Allah dan Para Malaikat

Sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat (mendo'akan kebaikan) bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia” [HR at-Tirmidzi (no. 2685) dan ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (no. 7912)].

Selasa, 19 Januari 2016

Taushiyah Syekh Abdul Qadir al-Jaylani Melalui Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaylani




Taushiyah Syekh Abdul Qadir al-Jaylani Melalui
Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaylani
 (Pengumpul Materi: Moh. Dliya’ul Chaq)[1]

Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaylani berasal dari Istambul Turki adalah cucu keturunan Syekh Abdul Qadir al-Jaylani. Beliau adalah peneliti dan Muhaqqiq terhadap karya-karya Ulama’ Islam Dunia. Bermula dari perintah kakeknya (Syekh M. Shiddiq al-Qadiri al-Jaylani) untuk hidup di Madinah sejak berusia belasan tahun, beliau akhirnya menetap di Madnah tanpa mengetahui alas an dan rahasia perintah kakeknya tersebut. Kakeknya adalah mursyid Thariqah Qadiriyyah.
Keseharian Syekh Dr. M. fadhil al-Jaylani di Madinah sering membaca buku di Perpustakaan Masjid. Suatu hari saat berusia 24 tahun, beliau menemukan katalog dan keterangan bahwa kakek buyutnya, Syekh Abdul Qadir al-Jaylani, pernah menulis karya Tafsir. Berawal dari itulah Syekh Dr. Muhammad Fadhil al-Jaylani berniat untuk mencari keberadaan tafsir tersebut.
Melalui izin dari kakeknya dan ayahnya (Syekh Wafiq al-Jaylani), akhirnya beliau mulai melakukan pencarian tafsir tersebut. Bahkan ayah beliau juga ikut berusaha untuk meneliti, sehingga akhirnya kemursyidannya (thariqah qadiriyyah) di Istambul diberikan kepada murid ayahnya.
Selama puluhan tahun keluar masuk perpustakaan muslim dan non muslim di seluruh dunia, akhirnya beliau menemukan manuskrip tafsir tersebut. Pada saat pencarian tersebut, beliau bahkan juga menmukan banyak manuskrip Sykeh Abdul Qadir al-Jaylani yang berada di tangan sbeberapa orang non muslim dan perpustakaan non muslim. Bahkan puluhan-ratusan ribu manuskrip ulama’ Sufi dan ulama’ muslim lainnya yang berada di tangan non Muslim. Dan saat ini, di tangan beliau sudah 40.000 manuskrip yang mayoritas terkait tentang tasawwuf.
Akhirnya pada sekitar tahun 2009/2010, Dr. Rohimuddin (dari Indonesia) ketika berada di Mesir sempat melihat tafsir al-Jaylani yang dijual di bursa buku di Mesir pada waktu itu. Dr. Rohimuddin bertanya kepada penjual, “apakah ini tafsir Syekh Abdul Qadir al-Jayalani ataukan al-Jaylani yang lainnya?”, Penjual buku itu menjawab, “Ini Shulthonul Awliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jaylani”. Ternyata di samping took itu terdapat kerumunan orang yang ditengah-tengahnya adalah Syekh Dr. Fadhil al-Jaylani. Akhirnya Dr. Rohimuddin memperjelas pertanyaan pada Syekh Dr. Fadhil, “Apakah Syekh Abdul Qadir benar-benar memiliki karya tafsir? Selama ini saya todak pernah tahu.”. Beliau menjawab, “Para ulama’ saja tidak tahu. Dan inilah tafsir beliau yang saya temukan selama puluhan tahun”. Akhirnya terjadi kesepakatan bahwa beliau akan diundang ke Indonesia. Tiga bulan sejak pertemuan itulah, Syekh Dr. Muhammad Fadhil pertama kali datang di Indonesia.
Syekh Dr. Muhammad Fadhil menyampaikan taushiyah di Tambakberas yang isinya:
1.         Thoriqh, doa, wirid, dan ibadah lainnya hendaklah diamalkan secara terus menerus (‘ala thariqati al-dawam wa al-istimrar). Segala sesuatu yang baik harus diamalkan secara langgeng, terus menerus dan Ikhlas (Kullu Sya’in Bi al-Dawan wa al-Istimror wa al-Ikhlash). Termasuk wirid setelah sholat maktubah, yakni membaca sholawat, istighfar, al-Fatihah, Surat al-Ahad, Ayat Kursi, Subhanalloh (33x) wa al-Hamdulillah (33x) wa Allohu Akbar (34x) dan Kalimah Laa Ilaaha Illalloh (33x). Inilah keterangan yang saya kutup dari manuskrip Syekh Abdul Qadir al-Jaylani.
2.         Wirid adalah amal ibadah yang dilakukan secara terus menerus (didawamkan). Oleh karenanya, dalam keadaan apapun jangan meninggalkannya, baik dalam keadaan duduk, berdiri ataupun kegiatan lainnya. Ucapkan terus kalimah Laa Ilaaha Illalloh.
3.         Selain wirid thariqah qadiriyah, Syekh abdul Qadir al-Jaylani juga melaksanakan wirid berupa shalat tahajjud, Shalat di waktu Isyraq, Shalat Dluha, dan ibadah badaniyah lainnya. Insya Allah, bagi yang mengamalkannya akan mendapatkan rizqi berupa ketetapan iman, hati bersih, rizqi berupa anak yang sholeh, dan rizqi lainnya termasuk rizqi yang kesekiannya berupa harta benda yang halal. Rizqi yang halal sangatlah penting bagi kita karena akan menghasilkan dzurriyah (keturunan) yang sholihin.
4.         Bacalah surat al-Mulk (Tabarok) dan al-Waqiah sebelum tidur, bukan karena fadhilahnya, tetapi saya sampaikan ini karena wirid ini adalah wirid Syekh abdul Qadir al-Jaylani yang lainnya yang saya temukan dalam beberapa manuskrip.
5.         Thoriqah Qadiriyah akan saya ijazahkan dalam forum ini secara ‘ammah (umum). Tata cara baiat / ‘ahdu terdapat banyak keterangan di manuskrip Syekh Abdul Qadir al-Jaylani yang saya temukan berjudul al-Futuhat.
6.         Thoriqah Syekh Abdul Qadir al-Jaylani adalah Tharoqah yang sampai kepada Sayyidina Ali kw, suami Sayyidah Fathimah binti Rasulullah. Sayyidina Ali menerima wirid tersebut dari Rasulullah SAW dengan keduanya duduk bersila sambil mempertemukan kedua lutut dan bermalaman. Rasul Bersabda, “Bagi pengamal thoriqoh ini, selama matahari berjalan di langit, maka pahalanya akan sampai padanya”
7.         Selama ini, saya (Sykeh Dr. Muhmmad Fadhil al-Jaylani) telah menrima thariqah wirid qadiriyyah dari ayah dan kakek. Setelah saya melakukan penelitian, ternyata wirid yang saya peroleh adalah sama dengan manuskrip syekh Abdul Qadir al-Jaylani yang saya temukan.[2]
8.         Terdapat sholawat Bahsair / bashoir (penulis tidak jelas teksnya karena pengungkapan orang turki terkadang bashoir dibaca basair) yang berasal dari Syekh Abdul Qadir al-Jaylani. Fadhilahnya banyak sekali, di antaranya sebagai obat kelemahan faham, hafal, atau fikir.
Terakhir, Syekh Dr. Muhammad Fadhil menyampaikan, “Saya wasiat kepada kalian untuk membaca Tafsir al-Jaylani” (Ushikum Bi Qira’ati Tafsir al-Jaylani). Wallahi akan banyak sekali faidahnya. Saya telah menyasikan sendiri beberapa orang membaca tafsir itu setiap waktu dengan mendapat banyak faidah. Apalagi dibaca dalam halaqah (majelis ilmu) secara rutin.
Itulah beberapa Taushiyah Syekh Abdul Qadir al-Jaylani melalui Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaylani. Stelah memberikan taushiyah tersebut, Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaylani mengijazahkan kepada semua hadirin:
1.    Thariqah Qadiriyyah
2.    Shalawat Bashair
3.    Tafsir al-Jaylani.



[1]Dirangkum oleh penulis yang menghadiri acara “Forum silaturrahim dan Ijazah” yang dihadiri dan disampaikan oleh Dr. Muhmmad Fadhil al-Jaylani pada Rabu 11 Juni 2014 (10.00 WIB s.d selesai) di Aula Yayasan PP. Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Forum silaturrahim. Acara ini dihadiri oleh Para Pengasuh Pondok Tambakberas dan Dewan Guru dan Dosen di Lingkungan Tambakberas. Rombongan Dr. M. Fadhil di antaranya adalah Dr. Dhiyauddin dan Dr. Rohimuddin.
[2]Dr. Rohimuddin pernah mengkoreksikan wirid thariqah qadiriyah yang didapatkan dari Syekh Dr. Fadhil kepada Habib Luthfi Pekalongan. Ternyata Habib Luthfi menyatakan bahwa wirid itu kurang. Ketika beliau menyampaikan pada Dr. Fadhil, menurut beliau tidak kurang melainkan terkadang beberapa mursyid terdahulu menambahkan (melalui pengalaman spiritualnya) beberapa lafadz. Dan itu diperbolehkan. ArtinyaThariqah Qadiriyyah sangat mungkin berbagai versi. Namun berdasarkan manuskrip yang ditemukan Syekh Dr. Muhammad Fadhil, wirid thariqah qadiriyyah yang beliau peroleh adalah orisinil dari Syekh Abdul Qadir al-Jaylani didukung dengan bukti manuskrip yang beliau temukan.

Penemuan Karya Syekh Abdul Qadir al-Jilani Yang Tersembunyi Selama 800 Tahun Di Vatikan




Penemuan Karya Syekh Abdul Qadir al-Jilani Yang Tersembunyi
Selama 800 Tahun Di Vatikan
(Oleh: Moh. Dliya’ul Chaq)
Syekh Abdul Qadir al-Jilani (ada yang ebaca al-Jaylani) adalah tokoh sufi besar yang mendapat gelar Shultonul Auliya’ (Pimpinan Para Kekasih Allah). Beliau juga dijuluki poros ketuhanan (Qutub Rabbani). Gelar beliau yang lain adalah al-Ghauts al-A'zham. Gelar-gelar tersebut merupakan bukti bahwa beliau adalah orang yang sangat mulia di sisi Allah swt.
Dari sisi nasabnya, beliau tergolong keturunan Rasulullah saw dari jalur al-Hasani (dari ayah) dan al-Husaini (dari ibu). Nasab dari ayah beliau Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani bin Abu Sholeh Janki Dausat bin Abdullah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Daud bin Musa at-Tsani bin Musa al-Jun bin Abdulloh al-Mahdi bin Hasan al-Mutsanna bin Sayyidina Hasan (cucu Nabi Muhammad saw.) bin Sayyidina 'Ali Karromallohu Wajhahu.
Sedangkan nasab dari ibunya, Sayyid Abdul Qodir Jaelani bin Ummul Khoer Ummatul Jabbar Fathimah binti Sayyid Muhammad bin Abdulloh al-Sumi'i bin Abi Jamaluddin as-Sayyid Muhammad bin al-Iman Sayid Mahmud bin Thohir bin al-Imam Abi Atho bin sayid Abdulloh al-Imam Sayid Kamaludin Isa bin Imam Abi Alaudin Muhammad al-Jawad bin Ali Rido Imam Abi Musa al-Qodim bin Ja'far Shodiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Zaenal Abidin bin Abi Abdillah (al-Husain) bin Ali bin Abi Tholib Karromallohu wajhah.
Beliau lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H/1077 M selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Propinsi Mazandaran di Iran. Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul Akhir di daerah Babul Azaj di Baghdad pada 561 H/1166 M. Karya beliau sangatlah banyak. Sedangkan yang sudah dikenal banyak orang di antaranya adalah Ihya’ Ulum al-Din. Namun ternyata, di antara karya-karya beliau yang sudah ada, ternyata masih terdapat beberapa karya beliau yang masih tersembunyi.
Kitab-kitab karya Syekh Abdul Qodir al Jailani yang tersebunyi tersebut berhasil dikumpulkan atas usaha keras dan perjuangan Prof. DR. Muhammad Fadhil al Jailani al Hasani, cucu Syekh Abdul Qodir Jailani ke-25 yang berkebangsaan Turki setelah beliau keluar masuk beberapa perpustakaan di berbagai belahan dunia. Setelah lebih dari 33 tahun cucu syekh Abdul Qodir al Jaelani tersebut keliling perpustakaan di 25 negara untuk meneliti dan mengumpulkan manuskrip tulisan Syekh Abdul Qodir al Jailani, akhirnya diketahui bahwa Syekh Abdul Qodir al Jailani mempunyai lebih dari 100 karangan. Kebanyakan dari karangan tersebut masih berupa manuskrip dan tersebar di perpustakaan di beberapa negara. Dari manuskrip tersebut, Prof. DR, Mohammad Fadhil telah mengumpulan 28 judul kitab yang kemudian akan diuji keasliannya dan di Tahqiq kandungannya. Penemuan kitab-kitab ini terbilang fenomenal karena Syekh Abdul Qodir al Jailani yang lebih dikenal sebagai tokoh sufi, thoriqoh dan ahli hikmah ini ternyata memiliki karya-karya dalam fan lain seperti Tafsir dan Fiqh. Selain berupaya untuk terus mengumpulkan naskah-naskah karangan Syekh Abdul Qodir al Jailani yang masih tercecer di berbagai perpustakaan, Prof. DR. Mohammad Fadhil juga terus melakukan pengenalan dan launching kitab-kitab tersebut di berbagai negara seperti di Mesir, Indonesia, dll.
Salah satu penemuan baru karya Syekh Abdul Qadir al-Jaylani yang fenomenal adalah Tafsir al-Jailani. Syekh Prof. Dr Muhammad Fadhil, sebagai Peneliti Utama karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini bahwa Kitab Tafsir ini adalah salah satu karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800 tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil, setelah melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun, serta belasan kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah ungkapan subyektif dan emosional semata, namun berdasarkan fakta dan data-data filologis yang valid dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.
Sekilas perjalanan penelitian ini, Syekh Prof. Dr Muhammad Fadhil mengungkapkannya dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bih wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu 'Anhu pada tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.
Setelah tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan pencarian itu. Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali. Dari proses panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya di seluruh dunia.
Dari perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab tersebut di berbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.
Sungguh saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy radhiyallâhu 'anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a.
Ada sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan. 
Pertanyaan itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung berdiri dan berhormat seraya berkata: "Ya, ya, Sang Filosof Islam, Abdul Qadir al-Jailaniy."
Setelah saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang berbunyi: "Filsuf Islam", dan dalam Bahasa Arab: "Syaikh al-Islâm wa al-Muslimîn".
Dua gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: "Sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu membahas tiga belas macam ilmu."
Harus diakui bahwa terdapat sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan melakukan penolakan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di berbagai website. Mereka berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak ungkapan dan terminologi yang tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang menilai sebagai pandangan kafir. Memang terdapat beberapa paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan:
“... Kemudian ketika futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari pemberian-Nya itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyah al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam al-Furqaniyah.”
Berangkat dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”, 2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya, “Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan Pengarang Kitab, menisbatkan kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud An-Nakhjawani (w. 920 H), seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.
Namun demikian, peneliti kitab ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan bukti otentitas berupa salinan manuskrip (أ) yang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz 3 kalimat berikut:
“Telah selesai Juz 3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallah sirrah.”
Dan, dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan pula pada Juz 1:
“Juz pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana pemilik cahaya rabbâni, organ shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama, quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir Al-Jailani...”
Selain itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris menyebutkan dalam kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang beberapa karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa Syekh Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya adalah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu salinannya terdapat di Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah berencana mencetaknya, namun karena beberapa halangan maka tidak dapat dicetak. Bahkan, setelah melalui kajian, pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah, Fathurrabbani, Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar adanya.
Para pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad juga menyatakan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memang memiliki karya tafsir. Namun, jika sekadar dilihat dari sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka tidak dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format ulang serta penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang bernama Nikmatullah An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan sempurna seperti yang ada saat ini.
Adapun terkait penamaannya sebagai “Tafsir Al-Jailani” adalah semata-mata gagasan dari penelitinya (Prof. Dr Muhammad Fadhil). Alasan yang disampaikannya adalah bahwa beliau menjelaskan penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan waktu selama 30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri” oleh peneliti gadungan yang banyak tersebar, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih terkubur akan terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis belaka dan sebagai mata pencaharian semata.
Sebenarnya, mulai dari mukadimah segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan Al-Qur’an dan tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak nyata bahwa tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun dan telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan seluruh pemikiran Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam Al-Ghazali.
Pada tahun 2009, Beliau  sudah mencetak 4 judul yaitu:
1.        Tafsir al Jailani
2.        Mukhtasor fi Ulumiddin
3.        Aurod Syekh Abd Qodir al Jailani
4.        Nahrul Qodiriyah
Adapun kitab-kitab yang lain masih dalam proses Tahqiq dan beliau menyampaikan dalam waktu dekat akan menerbitkan beberapa kitab yang lainnya.
Penemuan kitab-kitab ini terbilang fenomenal oleh karenanya Prof. DR. Mohammad Fadhil juga terus melakukan pengenalan dan launching kitab-kitab tersebut di berbagai negara seperti di Mesir, Indonesia, dll.
Di Indonesia, Prof. DR. Mohammad Fadhil telah dating berkali-kali. Salah satunya di Pesantrn Lirboyo Kediri Jawa Timur pada 13 Februari 2014 dalam format acara Seminar, Bedah Kitab Tafsir Al Jailani & Ijazah Kubro Aurod Syekh Abdul Qodir Al Jailani di Aula Al-Muktamar PP. Lirboyo yang dihadiri lebih dari 900 santri Lirboyo dan kiai sekitar kota Kediri. Dalam pertemuan ini, beliau bercerita panjang tentang sejarah penelusuran Tafsir al-Jilani. Tentu tidak mudah dalam penelusuran karya mulia yang tersembunyi ratusan tahun. Beliau pertama kali menemukan turats ini tersimpan dalam perpustakan pribadi seorang pendeta di Eropa. Di sana terdapat 1500 manuskrip Islam tersimpan yang salah satunya adalah Tafsir Al-Jailani. Pada awalnya sang pendeta enggan menyerahkan tafsir ini kepada Dr Muhammad Fadhil, namun setelah didesak akhirnya sang pendeta menyerahkan kopian Tafsir tersebut. Dari 6 juz tafsir, hanya juz pertama yang jelas dan dapat terbaca. Dengan penelusuran yang panjang, akhirnya beliau menemukan kembali manuskrip itu berada di India, setelah juga menemukan 4 manuskrip lain. Di India inilah terdapat manuskrip utuh 6 jilid dan semua dapat terbaca.
Begitu menawan kasih sayang Allah kepada Syekh Abdul Qadir al-Jaylani. Kisah keramat (keajaiban dan keanehan perilaku) telah banyak terdengar. Namun kisah karamah intelektualnya lah yang seharusnya lebih banyak didengar oleh masyarakat muslim agar masyarakat muslim tidak syahwat meniru keramat beliau. Alangkah menawannya jika lebih syahwat meniru proses dan intelektual dan etika yang menjadikan Allah berkenan untuk memberikan keramat pada beliau.