Allah dan Para Malaikat

Sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat (mendo'akan kebaikan) bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia” [HR at-Tirmidzi (no. 2685) dan ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (no. 7912)].

Selasa, 19 Januari 2016

Penemuan Karya Syekh Abdul Qadir al-Jilani Yang Tersembunyi Selama 800 Tahun Di Vatikan




Penemuan Karya Syekh Abdul Qadir al-Jilani Yang Tersembunyi
Selama 800 Tahun Di Vatikan
(Oleh: Moh. Dliya’ul Chaq)
Syekh Abdul Qadir al-Jilani (ada yang ebaca al-Jaylani) adalah tokoh sufi besar yang mendapat gelar Shultonul Auliya’ (Pimpinan Para Kekasih Allah). Beliau juga dijuluki poros ketuhanan (Qutub Rabbani). Gelar beliau yang lain adalah al-Ghauts al-A'zham. Gelar-gelar tersebut merupakan bukti bahwa beliau adalah orang yang sangat mulia di sisi Allah swt.
Dari sisi nasabnya, beliau tergolong keturunan Rasulullah saw dari jalur al-Hasani (dari ayah) dan al-Husaini (dari ibu). Nasab dari ayah beliau Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani bin Abu Sholeh Janki Dausat bin Abdullah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Daud bin Musa at-Tsani bin Musa al-Jun bin Abdulloh al-Mahdi bin Hasan al-Mutsanna bin Sayyidina Hasan (cucu Nabi Muhammad saw.) bin Sayyidina 'Ali Karromallohu Wajhahu.
Sedangkan nasab dari ibunya, Sayyid Abdul Qodir Jaelani bin Ummul Khoer Ummatul Jabbar Fathimah binti Sayyid Muhammad bin Abdulloh al-Sumi'i bin Abi Jamaluddin as-Sayyid Muhammad bin al-Iman Sayid Mahmud bin Thohir bin al-Imam Abi Atho bin sayid Abdulloh al-Imam Sayid Kamaludin Isa bin Imam Abi Alaudin Muhammad al-Jawad bin Ali Rido Imam Abi Musa al-Qodim bin Ja'far Shodiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Zaenal Abidin bin Abi Abdillah (al-Husain) bin Ali bin Abi Tholib Karromallohu wajhah.
Beliau lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H/1077 M selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Propinsi Mazandaran di Iran. Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul Akhir di daerah Babul Azaj di Baghdad pada 561 H/1166 M. Karya beliau sangatlah banyak. Sedangkan yang sudah dikenal banyak orang di antaranya adalah Ihya’ Ulum al-Din. Namun ternyata, di antara karya-karya beliau yang sudah ada, ternyata masih terdapat beberapa karya beliau yang masih tersembunyi.
Kitab-kitab karya Syekh Abdul Qodir al Jailani yang tersebunyi tersebut berhasil dikumpulkan atas usaha keras dan perjuangan Prof. DR. Muhammad Fadhil al Jailani al Hasani, cucu Syekh Abdul Qodir Jailani ke-25 yang berkebangsaan Turki setelah beliau keluar masuk beberapa perpustakaan di berbagai belahan dunia. Setelah lebih dari 33 tahun cucu syekh Abdul Qodir al Jaelani tersebut keliling perpustakaan di 25 negara untuk meneliti dan mengumpulkan manuskrip tulisan Syekh Abdul Qodir al Jailani, akhirnya diketahui bahwa Syekh Abdul Qodir al Jailani mempunyai lebih dari 100 karangan. Kebanyakan dari karangan tersebut masih berupa manuskrip dan tersebar di perpustakaan di beberapa negara. Dari manuskrip tersebut, Prof. DR, Mohammad Fadhil telah mengumpulan 28 judul kitab yang kemudian akan diuji keasliannya dan di Tahqiq kandungannya. Penemuan kitab-kitab ini terbilang fenomenal karena Syekh Abdul Qodir al Jailani yang lebih dikenal sebagai tokoh sufi, thoriqoh dan ahli hikmah ini ternyata memiliki karya-karya dalam fan lain seperti Tafsir dan Fiqh. Selain berupaya untuk terus mengumpulkan naskah-naskah karangan Syekh Abdul Qodir al Jailani yang masih tercecer di berbagai perpustakaan, Prof. DR. Mohammad Fadhil juga terus melakukan pengenalan dan launching kitab-kitab tersebut di berbagai negara seperti di Mesir, Indonesia, dll.
Salah satu penemuan baru karya Syekh Abdul Qadir al-Jaylani yang fenomenal adalah Tafsir al-Jailani. Syekh Prof. Dr Muhammad Fadhil, sebagai Peneliti Utama karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini bahwa Kitab Tafsir ini adalah salah satu karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800 tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil, setelah melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun, serta belasan kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah ungkapan subyektif dan emosional semata, namun berdasarkan fakta dan data-data filologis yang valid dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.
Sekilas perjalanan penelitian ini, Syekh Prof. Dr Muhammad Fadhil mengungkapkannya dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bih wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu 'Anhu pada tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.
Setelah tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan pencarian itu. Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali. Dari proses panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya di seluruh dunia.
Dari perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab tersebut di berbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.
Sungguh saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy radhiyallâhu 'anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a.
Ada sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan. 
Pertanyaan itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung berdiri dan berhormat seraya berkata: "Ya, ya, Sang Filosof Islam, Abdul Qadir al-Jailaniy."
Setelah saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang berbunyi: "Filsuf Islam", dan dalam Bahasa Arab: "Syaikh al-Islâm wa al-Muslimîn".
Dua gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: "Sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu membahas tiga belas macam ilmu."
Harus diakui bahwa terdapat sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan melakukan penolakan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di berbagai website. Mereka berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak ungkapan dan terminologi yang tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang menilai sebagai pandangan kafir. Memang terdapat beberapa paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan:
“... Kemudian ketika futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari pemberian-Nya itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyah al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam al-Furqaniyah.”
Berangkat dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”, 2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya, “Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan Pengarang Kitab, menisbatkan kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud An-Nakhjawani (w. 920 H), seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.
Namun demikian, peneliti kitab ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan bukti otentitas berupa salinan manuskrip (أ) yang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz 3 kalimat berikut:
“Telah selesai Juz 3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallah sirrah.”
Dan, dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan pula pada Juz 1:
“Juz pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana pemilik cahaya rabbâni, organ shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama, quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir Al-Jailani...”
Selain itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris menyebutkan dalam kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang beberapa karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa Syekh Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya adalah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu salinannya terdapat di Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah berencana mencetaknya, namun karena beberapa halangan maka tidak dapat dicetak. Bahkan, setelah melalui kajian, pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah, Fathurrabbani, Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar adanya.
Para pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad juga menyatakan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memang memiliki karya tafsir. Namun, jika sekadar dilihat dari sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka tidak dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format ulang serta penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang bernama Nikmatullah An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan sempurna seperti yang ada saat ini.
Adapun terkait penamaannya sebagai “Tafsir Al-Jailani” adalah semata-mata gagasan dari penelitinya (Prof. Dr Muhammad Fadhil). Alasan yang disampaikannya adalah bahwa beliau menjelaskan penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan waktu selama 30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri” oleh peneliti gadungan yang banyak tersebar, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih terkubur akan terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis belaka dan sebagai mata pencaharian semata.
Sebenarnya, mulai dari mukadimah segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan Al-Qur’an dan tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak nyata bahwa tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun dan telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan seluruh pemikiran Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam Al-Ghazali.
Pada tahun 2009, Beliau  sudah mencetak 4 judul yaitu:
1.        Tafsir al Jailani
2.        Mukhtasor fi Ulumiddin
3.        Aurod Syekh Abd Qodir al Jailani
4.        Nahrul Qodiriyah
Adapun kitab-kitab yang lain masih dalam proses Tahqiq dan beliau menyampaikan dalam waktu dekat akan menerbitkan beberapa kitab yang lainnya.
Penemuan kitab-kitab ini terbilang fenomenal oleh karenanya Prof. DR. Mohammad Fadhil juga terus melakukan pengenalan dan launching kitab-kitab tersebut di berbagai negara seperti di Mesir, Indonesia, dll.
Di Indonesia, Prof. DR. Mohammad Fadhil telah dating berkali-kali. Salah satunya di Pesantrn Lirboyo Kediri Jawa Timur pada 13 Februari 2014 dalam format acara Seminar, Bedah Kitab Tafsir Al Jailani & Ijazah Kubro Aurod Syekh Abdul Qodir Al Jailani di Aula Al-Muktamar PP. Lirboyo yang dihadiri lebih dari 900 santri Lirboyo dan kiai sekitar kota Kediri. Dalam pertemuan ini, beliau bercerita panjang tentang sejarah penelusuran Tafsir al-Jilani. Tentu tidak mudah dalam penelusuran karya mulia yang tersembunyi ratusan tahun. Beliau pertama kali menemukan turats ini tersimpan dalam perpustakan pribadi seorang pendeta di Eropa. Di sana terdapat 1500 manuskrip Islam tersimpan yang salah satunya adalah Tafsir Al-Jailani. Pada awalnya sang pendeta enggan menyerahkan tafsir ini kepada Dr Muhammad Fadhil, namun setelah didesak akhirnya sang pendeta menyerahkan kopian Tafsir tersebut. Dari 6 juz tafsir, hanya juz pertama yang jelas dan dapat terbaca. Dengan penelusuran yang panjang, akhirnya beliau menemukan kembali manuskrip itu berada di India, setelah juga menemukan 4 manuskrip lain. Di India inilah terdapat manuskrip utuh 6 jilid dan semua dapat terbaca.
Begitu menawan kasih sayang Allah kepada Syekh Abdul Qadir al-Jaylani. Kisah keramat (keajaiban dan keanehan perilaku) telah banyak terdengar. Namun kisah karamah intelektualnya lah yang seharusnya lebih banyak didengar oleh masyarakat muslim agar masyarakat muslim tidak syahwat meniru keramat beliau. Alangkah menawannya jika lebih syahwat meniru proses dan intelektual dan etika yang menjadikan Allah berkenan untuk memberikan keramat pada beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar