Penemuan
Karya Syekh Abdul Qadir al-Jilani Yang Tersembunyi
Selama
800 Tahun Di Vatikan
(Oleh:
Moh. Dliya’ul Chaq)
Syekh
Abdul Qadir al-Jilani (ada yang ebaca al-Jaylani) adalah tokoh sufi
besar yang mendapat gelar Shultonul Auliya’ (Pimpinan Para
Kekasih Allah). Beliau juga dijuluki poros ketuhanan (Qutub Rabbani).
Gelar beliau yang lain adalah al-Ghauts al-A'zham. Gelar-gelar
tersebut merupakan bukti bahwa beliau adalah orang yang sangat mulia di sisi
Allah swt.
Dari
sisi nasabnya, beliau tergolong keturunan Rasulullah saw dari jalur al-Hasani
(dari ayah) dan al-Husaini (dari ibu). Nasab dari ayah beliau Abu Muhammad
Abdul Qodir Jaelani bin Abu Sholeh Janki Dausat bin Abdullah bin Yahya az-Zahid
bin Muhammad bin Daud bin Musa at-Tsani bin Musa al-Jun bin Abdulloh al-Mahdi
bin Hasan al-Mutsanna bin Sayyidina Hasan (cucu Nabi Muhammad saw.) bin Sayyidina
'Ali Karromallohu Wajhahu.
Sedangkan
nasab dari ibunya, Sayyid Abdul Qodir Jaelani bin Ummul Khoer Ummatul Jabbar
Fathimah binti Sayyid Muhammad bin Abdulloh al-Sumi'i bin Abi Jamaluddin
as-Sayyid Muhammad bin al-Iman Sayid Mahmud bin Thohir bin al-Imam Abi Atho bin
sayid Abdulloh al-Imam Sayid Kamaludin Isa bin Imam Abi Alaudin Muhammad
al-Jawad bin Ali Rido Imam Abi Musa al-Qodim bin Ja'far Shodiq bin Imam
Muhammad al-Baqir bin Imam Zaenal Abidin bin Abi Abdillah (al-Husain) bin Ali
bin Abi Tholib Karromallohu wajhah.
Beliau
lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H/1077 M selatan Laut
Kaspia yang sekarang menjadi Propinsi Mazandaran di Iran. Beliau wafat pada
hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul Akhir di daerah Babul
Azaj di Baghdad pada 561 H/1166 M. Karya beliau sangatlah banyak. Sedangkan
yang sudah dikenal banyak orang di antaranya adalah Ihya’ Ulum al-Din. Namun
ternyata, di antara karya-karya beliau yang sudah ada, ternyata masih terdapat
beberapa karya beliau yang masih tersembunyi.
Kitab-kitab
karya Syekh Abdul Qodir al Jailani yang tersebunyi tersebut berhasil
dikumpulkan atas usaha keras dan perjuangan Prof. DR. Muhammad Fadhil al
Jailani al Hasani, cucu Syekh Abdul Qodir Jailani ke-25 yang berkebangsaan
Turki setelah beliau keluar masuk beberapa perpustakaan di berbagai belahan
dunia. Setelah lebih dari 33 tahun cucu syekh Abdul Qodir al Jaelani tersebut
keliling perpustakaan di 25 negara untuk meneliti dan mengumpulkan manuskrip
tulisan Syekh Abdul Qodir al Jailani, akhirnya diketahui bahwa Syekh Abdul
Qodir al Jailani mempunyai lebih dari 100 karangan. Kebanyakan dari karangan
tersebut masih berupa manuskrip dan tersebar di perpustakaan di beberapa
negara. Dari manuskrip tersebut, Prof. DR, Mohammad Fadhil telah mengumpulan 28
judul kitab yang kemudian akan diuji keasliannya dan di Tahqiq kandungannya. Penemuan
kitab-kitab ini terbilang fenomenal karena Syekh Abdul Qodir al Jailani yang
lebih dikenal sebagai tokoh sufi, thoriqoh dan ahli hikmah ini ternyata
memiliki karya-karya dalam fan lain seperti Tafsir dan Fiqh. Selain berupaya
untuk terus mengumpulkan naskah-naskah karangan Syekh Abdul Qodir al Jailani
yang masih tercecer di berbagai perpustakaan, Prof. DR. Mohammad Fadhil juga
terus melakukan pengenalan dan launching kitab-kitab tersebut di berbagai
negara seperti di Mesir, Indonesia, dll.
Salah
satu penemuan baru karya Syekh Abdul Qadir al-Jaylani yang fenomenal adalah Tafsir
al-Jailani. Syekh Prof. Dr Muhammad Fadhil, sebagai Peneliti Utama
karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini bahwa Kitab Tafsir ini adalah
salah satu karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800
tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil, setelah
melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun, serta belasan
kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah ungkapan subyektif dan
emosional semata, namun berdasarkan fakta dan data-data filologis yang valid
dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.
Sekilas
perjalanan penelitian ini, Syekh Prof. Dr Muhammad Fadhil mengungkapkannya dalam
pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya
tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada
bih wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah
saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh
Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah
saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai
mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu 'Anhu pada
tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002
M.
Setelah
tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang
Syaikh Radhiyallahu 'Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan
pencarian itu. Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan
puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada
beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali. Dari proses
panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang
salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya
di seluruh dunia.
Dari
perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun
mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy
yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab
tersebut di berbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini
selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.
Sungguh
saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui
bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy
radhiyallâhu 'anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah
itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan
beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira
dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a.
Ada
sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri
Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang
termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya
kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan.
Pertanyaan
itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan
mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul
Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung
berdiri dan berhormat seraya berkata: "Ya, ya, Sang Filosof Islam, Abdul
Qadir al-Jailaniy."
Setelah
saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan
dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang
berbunyi: "Filsuf Islam", dan dalam Bahasa Arab: "Syaikh
al-Islâm wa al-Muslimîn".
Dua
gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga
benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah
tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: "Sang Syaikh
Radhiyallahu 'Anhu membahas tiga belas macam ilmu."
Harus
diakui bahwa terdapat sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan
melakukan penolakan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di berbagai website. Mereka
berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak ungkapan dan terminologi yang
tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang menilai sebagai pandangan kafir. Memang
terdapat beberapa paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan:
“...
Kemudian ketika futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari
pemberian-Nya itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang
diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyah
al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam al-Furqaniyah.”
Berangkat
dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”,
2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya, “Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan
Pengarang Kitab, menisbatkan kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud
An-Nakhjawani (w. 920 H), seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.
Namun
demikian, peneliti kitab ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan
bukti otentitas berupa salinan manuskrip (أ)
yang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz
3 kalimat berikut:
“Telah
selesai Juz 3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani
qaddasallah sirrah.”
Dan,
dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan
pula pada Juz 1:
“Juz
pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana pemilik cahaya rabbâni, organ
shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama, quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir
Al-Jailani...”
Selain
itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris
menyebutkan dalam kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang
beberapa karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu
Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa Syekh
Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya adalah
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu salinannya terdapat di
Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan
keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah berencana mencetaknya, namun karena
beberapa halangan maka tidak dapat dicetak. Bahkan, setelah melalui kajian,
pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah, Fathurrabbani,
Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa penisbatan kitab ini
kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar adanya.
Para
pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad juga menyatakan Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani memang memiliki karya tafsir. Namun, jika sekadar dilihat dari
sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka tidak
dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format ulang serta
penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang bernama Nikmatullah
An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan sempurna seperti yang ada
saat ini.
Adapun
terkait penamaannya sebagai “Tafsir Al-Jailani” adalah semata-mata gagasan dari
penelitinya (Prof. Dr Muhammad Fadhil). Alasan yang disampaikannya adalah bahwa
beliau menjelaskan penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan
waktu selama 30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri”
oleh peneliti gadungan yang banyak tersebar, sehingga usaha beliau untuk
memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih terkubur akan
terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis belaka dan sebagai mata
pencaharian semata.
Sebenarnya,
mulai dari mukadimah segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan
Al-Qur’an dan tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak
nyata bahwa tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun
dan telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara
tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh Imam
Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan, Syekh Abdul
Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan seluruh pemikiran
Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam Al-Ghazali.
Pada
tahun 2009, Beliau sudah mencetak 4 judul yaitu:
1.
Tafsir al Jailani
2.
Mukhtasor fi Ulumiddin
3.
Aurod Syekh Abd Qodir al Jailani
4.
Nahrul Qodiriyah
Adapun
kitab-kitab yang lain masih dalam proses Tahqiq dan beliau menyampaikan dalam
waktu dekat akan menerbitkan beberapa kitab yang lainnya.
Penemuan
kitab-kitab ini terbilang fenomenal oleh karenanya Prof. DR. Mohammad Fadhil
juga terus melakukan pengenalan dan launching kitab-kitab tersebut di berbagai
negara seperti di Mesir, Indonesia, dll.
Di
Indonesia, Prof. DR. Mohammad Fadhil telah dating berkali-kali. Salah satunya
di Pesantrn Lirboyo Kediri Jawa Timur pada 13 Februari 2014 dalam format acara
Seminar, Bedah Kitab Tafsir Al Jailani & Ijazah Kubro Aurod Syekh Abdul
Qodir Al Jailani di Aula Al-Muktamar PP. Lirboyo yang dihadiri lebih dari 900
santri Lirboyo dan kiai sekitar kota Kediri. Dalam pertemuan ini, beliau
bercerita panjang tentang sejarah penelusuran Tafsir al-Jilani. Tentu tidak
mudah dalam penelusuran karya mulia yang tersembunyi ratusan tahun. Beliau
pertama kali menemukan turats ini tersimpan dalam perpustakan pribadi seorang
pendeta di Eropa. Di sana terdapat 1500 manuskrip Islam tersimpan yang salah
satunya adalah Tafsir Al-Jailani. Pada awalnya sang pendeta enggan menyerahkan
tafsir ini kepada Dr Muhammad Fadhil, namun setelah didesak akhirnya sang
pendeta menyerahkan kopian Tafsir tersebut. Dari 6 juz tafsir, hanya juz
pertama yang jelas dan dapat terbaca. Dengan penelusuran yang panjang, akhirnya
beliau menemukan kembali manuskrip itu berada di India, setelah juga menemukan
4 manuskrip lain. Di India inilah terdapat manuskrip utuh 6 jilid dan semua
dapat terbaca.
Begitu
menawan kasih sayang Allah kepada Syekh Abdul Qadir al-Jaylani. Kisah keramat
(keajaiban dan keanehan perilaku) telah banyak terdengar. Namun kisah karamah
intelektualnya lah yang seharusnya lebih banyak didengar oleh masyarakat muslim
agar masyarakat muslim tidak syahwat meniru keramat beliau. Alangkah menawannya
jika lebih syahwat meniru proses dan intelektual dan etika yang menjadikan
Allah berkenan untuk memberikan keramat pada beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar