Taushiyah
Syekh Abdul Qadir al-Jaylani Melalui
Syekh Dr.
Muhammad Fadhil Al-Jaylani
(Pengumpul Materi: Moh. Dliya’ul Chaq)[1]
Syekh Dr.
Muhammad Fadhil Al-Jaylani berasal dari Istambul Turki adalah cucu keturunan
Syekh Abdul Qadir al-Jaylani. Beliau adalah peneliti dan Muhaqqiq terhadap
karya-karya Ulama’ Islam Dunia. Bermula dari perintah kakeknya (Syekh M.
Shiddiq al-Qadiri al-Jaylani) untuk hidup di Madinah sejak berusia belasan
tahun, beliau akhirnya menetap di Madnah tanpa mengetahui alas an dan rahasia
perintah kakeknya tersebut. Kakeknya adalah mursyid Thariqah Qadiriyyah.
Keseharian
Syekh Dr. M. fadhil al-Jaylani di Madinah sering membaca buku di Perpustakaan
Masjid. Suatu hari saat berusia 24 tahun, beliau menemukan katalog dan keterangan
bahwa kakek buyutnya, Syekh Abdul Qadir al-Jaylani, pernah menulis karya
Tafsir. Berawal dari itulah Syekh Dr. Muhammad Fadhil al-Jaylani berniat untuk mencari
keberadaan tafsir tersebut.
Melalui
izin dari kakeknya dan ayahnya (Syekh Wafiq al-Jaylani), akhirnya beliau mulai melakukan
pencarian tafsir tersebut. Bahkan ayah beliau juga ikut berusaha untuk
meneliti, sehingga akhirnya kemursyidannya (thariqah qadiriyyah) di Istambul diberikan
kepada murid ayahnya.
Selama
puluhan tahun keluar masuk perpustakaan muslim dan non muslim di seluruh dunia,
akhirnya beliau menemukan manuskrip tafsir tersebut. Pada saat pencarian
tersebut, beliau bahkan juga menmukan banyak manuskrip Sykeh Abdul Qadir
al-Jaylani yang berada di tangan sbeberapa orang non muslim dan perpustakaan
non muslim. Bahkan puluhan-ratusan ribu manuskrip ulama’ Sufi dan ulama’ muslim
lainnya yang berada di tangan non Muslim. Dan saat ini, di tangan beliau sudah
40.000 manuskrip yang mayoritas terkait tentang tasawwuf.
Akhirnya
pada sekitar tahun 2009/2010, Dr. Rohimuddin (dari Indonesia) ketika berada di
Mesir sempat melihat tafsir al-Jaylani yang dijual di bursa buku di Mesir pada
waktu itu. Dr. Rohimuddin bertanya kepada penjual, “apakah ini tafsir Syekh
Abdul Qadir al-Jayalani ataukan al-Jaylani yang lainnya?”, Penjual buku itu
menjawab, “Ini Shulthonul Awliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jaylani”. Ternyata di
samping took itu terdapat kerumunan orang yang ditengah-tengahnya adalah Syekh
Dr. Fadhil al-Jaylani. Akhirnya Dr. Rohimuddin memperjelas pertanyaan pada
Syekh Dr. Fadhil, “Apakah Syekh Abdul Qadir benar-benar memiliki karya
tafsir? Selama ini saya todak pernah tahu.”. Beliau menjawab, “Para ulama’
saja tidak tahu. Dan inilah tafsir beliau yang saya temukan selama puluhan
tahun”. Akhirnya terjadi kesepakatan bahwa beliau akan diundang ke Indonesia. Tiga
bulan sejak pertemuan itulah, Syekh Dr. Muhammad Fadhil pertama kali datang di
Indonesia.
Syekh Dr.
Muhammad Fadhil menyampaikan taushiyah di Tambakberas yang isinya:
1.
Thoriqh, doa, wirid, dan ibadah lainnya hendaklah diamalkan secara
terus menerus (‘ala thariqati al-dawam wa al-istimrar). Segala sesuatu
yang baik harus diamalkan secara langgeng, terus menerus dan Ikhlas (Kullu
Sya’in Bi al-Dawan wa al-Istimror wa al-Ikhlash). Termasuk wirid setelah
sholat maktubah, yakni membaca sholawat, istighfar, al-Fatihah, Surat al-Ahad, Ayat
Kursi, Subhanalloh (33x) wa al-Hamdulillah (33x) wa Allohu
Akbar (34x) dan Kalimah Laa Ilaaha Illalloh (33x). Inilah keterangan
yang saya kutup dari manuskrip Syekh Abdul Qadir al-Jaylani.
2.
Wirid adalah amal ibadah yang dilakukan secara terus menerus (didawamkan).
Oleh karenanya, dalam keadaan apapun jangan meninggalkannya, baik dalam keadaan
duduk, berdiri ataupun kegiatan lainnya. Ucapkan terus kalimah Laa Ilaaha Illalloh.
3.
Selain wirid thariqah qadiriyah, Syekh abdul Qadir al-Jaylani juga
melaksanakan wirid berupa shalat tahajjud, Shalat di waktu Isyraq, Shalat
Dluha, dan ibadah badaniyah lainnya. Insya Allah, bagi yang mengamalkannya akan
mendapatkan rizqi berupa ketetapan iman, hati bersih, rizqi berupa anak yang
sholeh, dan rizqi lainnya termasuk rizqi yang kesekiannya berupa harta benda yang
halal. Rizqi yang halal sangatlah penting bagi kita karena akan menghasilkan
dzurriyah (keturunan) yang sholihin.
4.
Bacalah surat al-Mulk (Tabarok) dan al-Waqiah sebelum tidur, bukan
karena fadhilahnya, tetapi saya sampaikan ini karena wirid ini adalah wirid Syekh
abdul Qadir al-Jaylani yang lainnya yang saya temukan dalam beberapa manuskrip.
5.
Thoriqah Qadiriyah akan saya ijazahkan dalam forum ini secara ‘ammah
(umum). Tata cara baiat / ‘ahdu terdapat banyak keterangan di manuskrip Syekh
Abdul Qadir al-Jaylani yang saya temukan berjudul al-Futuhat.
6.
Thoriqah Syekh Abdul Qadir al-Jaylani adalah Tharoqah yang sampai
kepada Sayyidina Ali kw, suami Sayyidah Fathimah binti Rasulullah. Sayyidina
Ali menerima wirid tersebut dari Rasulullah SAW dengan keduanya duduk bersila
sambil mempertemukan kedua lutut dan bermalaman. Rasul Bersabda, “Bagi
pengamal thoriqoh ini, selama matahari berjalan di langit, maka pahalanya akan
sampai padanya”
7.
Selama ini, saya (Sykeh Dr. Muhmmad Fadhil al-Jaylani) telah
menrima thariqah wirid qadiriyyah dari ayah dan kakek. Setelah saya melakukan
penelitian, ternyata wirid yang saya peroleh adalah sama dengan manuskrip syekh
Abdul Qadir al-Jaylani yang saya temukan.[2]
8.
Terdapat sholawat Bahsair / bashoir (penulis tidak jelas teksnya
karena pengungkapan orang turki terkadang bashoir dibaca basair) yang berasal
dari Syekh Abdul Qadir al-Jaylani. Fadhilahnya banyak sekali, di antaranya
sebagai obat kelemahan faham, hafal, atau fikir.
Terakhir,
Syekh Dr. Muhammad Fadhil menyampaikan, “Saya wasiat kepada kalian untuk
membaca Tafsir al-Jaylani” (Ushikum Bi Qira’ati Tafsir al-Jaylani).
Wallahi akan banyak sekali faidahnya. Saya telah menyasikan sendiri beberapa orang
membaca tafsir itu setiap waktu dengan mendapat banyak faidah. Apalagi dibaca
dalam halaqah (majelis ilmu) secara rutin.
Itulah beberapa
Taushiyah Syekh Abdul Qadir al-Jaylani melalui Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaylani.
Stelah memberikan taushiyah tersebut, Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaylani
mengijazahkan kepada semua hadirin:
1.
Thariqah Qadiriyyah
2.
Shalawat Bashair
3.
Tafsir al-Jaylani.
[1]Dirangkum
oleh penulis yang menghadiri acara “Forum silaturrahim dan Ijazah” yang
dihadiri dan disampaikan oleh Dr. Muhmmad Fadhil al-Jaylani pada Rabu 11 Juni
2014 (10.00 WIB s.d selesai) di Aula Yayasan PP. Bahrul Ulum Tambakberas
Jombang, Forum silaturrahim. Acara ini dihadiri oleh Para Pengasuh Pondok
Tambakberas dan Dewan Guru dan Dosen di Lingkungan Tambakberas. Rombongan Dr.
M. Fadhil di antaranya adalah Dr. Dhiyauddin dan Dr. Rohimuddin.
[2]Dr.
Rohimuddin pernah mengkoreksikan wirid thariqah qadiriyah yang didapatkan dari
Syekh Dr. Fadhil kepada Habib Luthfi Pekalongan. Ternyata Habib Luthfi
menyatakan bahwa wirid itu kurang. Ketika beliau menyampaikan pada Dr. Fadhil,
menurut beliau tidak kurang melainkan terkadang beberapa mursyid terdahulu
menambahkan (melalui pengalaman spiritualnya) beberapa lafadz. Dan itu
diperbolehkan. ArtinyaThariqah Qadiriyyah sangat mungkin berbagai versi. Namun
berdasarkan manuskrip yang ditemukan Syekh Dr. Muhammad Fadhil, wirid thariqah
qadiriyyah yang beliau peroleh adalah orisinil dari Syekh Abdul Qadir
al-Jaylani didukung dengan bukti manuskrip yang beliau temukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar