Allah dan Para Malaikat

Sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat (mendo'akan kebaikan) bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia” [HR at-Tirmidzi (no. 2685) dan ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” (no. 7912)].

Minggu, 22 Desember 2013

Keutamaan dan Kemuliaan llmu Bag.6







Delapan puluh sembilan. Sesungguhnya kelalaian adalah penyebab paling besar mengapa seorang hamba dijauhkan dari kebaikan dunia dan akhirat serta kelezatan nikmat dalam dua tempat tersebut sehingga musuh dapat masuk dari jalur itu. Kelalaian adalah lawan ilmu. Kemalasan adalah lawan dari kehendak dan tekad. Ini merupakan pangkal bencana dan terlemparnya hamba dari kedudukan orang-orang bahagia. Itu karena kealpaan ilmu. Allah SWT telah mencela orang-orang yang lalai. la juga melarang untuk menjadi seperti mereka. Allah berfirman,
"Dan janganlah kamu menjadi dari orang-orang yang lalai." (al-A'raaf: 205)
"Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami." (al-Kahf: 28)
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia.   Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat) Allah. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (al-A'raaf: 179)
Nabi saw. bersabda dalam wasiatnya kepada istri-istri orang-orang mukmin,
"Janganlah kalian lalai sehingga kamu melupakan kasih sayang (ar-rahmah)."(HR Tirmidzi)
Beberapa ulama ditanya tentang gandrung dengan khayalan. Mereka menjawab bahwa itu adalah hati yang lalai mengingat Allah sehingga Allah menimpakan bala padanya dengan menyembah selain Allah. Hati yang lupa merupakan tempat tinggalnya setan. la adalah bisikan yang ditiupkan yang sungguh telah menelan hati orang yang lalai. la membacakan kepadanya berbagai jenis bisikan dan khayalan batil. Jika dia mengingat dan berzikir kepada Allah, maka hatinya jadi beku, berkerut, dan lemah untuk mengingat Allah. Jadi dia selalu berada di antara bisikan kotor dan perkataan keji. Urwah bin Ruwaim berkata, "Sesungguhnya almasih a.s. pernah meminta Tuhannya supaya diperlihatkan posisi setan dalam diri anak Adam. Lalu
ditampakkanlah kepadanya setan itu. Kepalanya seperti kepala ular yang terletak di atas lubuk hati. Jika seorang hamba mengingat Tuhannya, maka ia akan tertahan, dan jika hamba itu tidak mengingat Tuhan, ia akan meletakkan kepalanya di atas hatinya, lalu membisikkan dan menyampaikan kepadanya godaan." Dan telah diriwayatkan hadits dari Rasulullah yang semakna dengan riwayat ini.67 Setan ini senantiasa memantau kelalaian hamba dan menabur benih angan-angan, syahwat serta khayalan batil dalam hatinya. Itulah yang akan membuahkan buah pahit, duri, dan segala bala. Ia terus memberinya minuman sampai hati tertutup dan
buta. Sedangkan, sikap malas akan melahirkan kesia-siaan, ketakpedulian, dan kerugian serta penyesalan yang sangat. Ia juga bertentangan dengan kemauan keras dan tekad yang merupakan buah ilmu. Sesungguhnya apabila orang tahu bahwa, kesempurnaan dan kenikmatannya ada di dalam perjuangan dan tekadnya untuk mencari sesuatu, maka setiap orang pasti akan berusaha menyempurnakan diri dan kenikmatannya tersebut. Akan tetapi, sebagian besar dari mereka salah jalan karena tidak tahu apa yang seyogyanya dia cari. Jadi, keinginan harus didahului oleh ilmu dan persepsi. Kelemahan kehendak seringkali disebabkan oleh tidak adanya ilmu dan pengetahuan. Kalau bukan karena itu, bagaimana mungkin dengan ilmu yang sempurna bahwa kebahagiaan seorang hamba, keselamatan, dan kesuksesannya berada pada perjuangan ini, lalu dia malas untuk bangkit mendapatkannya? Karena itulah, Nabi saw. meminta perlindungan dari kemalasan. Dalam hadits Shahih beliau bersabda,
"Wahai Tuhan, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kecemasan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, pengecutan, kebakhilan, beban utang dan dominasi orang-orang." (HR Bukhari dan Muslim)

67 Yaitu apa yang diriwayatkan Abu Ya'al al-Mushili dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda,

"Sesungguhnya setan itu meletakkan hidungnya di atas hati anak Adam. Jika dia menyabutkan Allah, maka
setan akan menarik diri dan "apabila dia lupa, maka setan itu menelan hatinya. Itulah bisikan jahat setan." Ibnu
Katsir melemahkannya dalam tafsirnya (IV/575).

Rasulullah minta perlindungan dari delapan hal dimana setiap dua hal itu saling berpasangan. Kecemasan berpasangan dengan kesedihan, kelemahan berpasangan dengan kemalasan, dan begitu seterusnya.
Adapun perbedaan antara kecemasan dan ketakutan adalah bahwa sesuatu yang dibenci yang muncul di dalam hati adakalanya terhadap sesuatu yang telah lampau dan adakalanya terhadap sesuatu yang akan datang. Yang pertama adalah kesedihan dan yang kedua adalah kecemasan. Kesedihan adalah terhadap sesuatu yang sudah terjadi, dan kecemasan adalah terhadap sesuatu yang akan terjadi. Kelemahan dan kemalasan adalah saling berpasangan. Tidak tercapai kebahagiaan, kenikmatan, dan segala kemaslahatan hamba adalah akibat dari hal ini. Ada kalanya hal ini bersumber dari ketidakmampuan yang berarti kelemahan. Dan adakalanya ia mampu tapi tidak bisa mencapai berbagai kebahagiaan dan kenikmatan itu karena malas. Orang yang malas lebih dicela daripada orang yang lemah. Kadang, kelemahan itu lahir sebagai buah dari kemalasan dan itu juga harus dicerca. Sering sekali seseorang malas melakukan sesuatu yang mampu ia kerjakan. Sehingga, keinginannya melemah yang mengakibatkan seseorang itu tak mampu
dan lemah melakukannya. Inilah kelemahan yang dicela Nabi dalam sabda beliau,
"Sesungguhnya Allah mencela kelemahan."(HR Abu Daud)
Adapun kelemahan yang tidak diakibatkan sikap malas tidak dicela. Sebagian ulama berwasiat, "Jauhilah kemalasan dan kejemuan." Sesungguhnya kemalasan tidak akan mengangkat kepada kehormatan. Adapun kejenuhan, apabila bisa mengangkat ke sana, maka dia tidak bisa bersabar. Kejenuhan terlahir dari sikap
malas dan kelemahan. Ia tidak disatukan dalam satu lafal dalam hadits di atas. Kemudian Rasulullah menyebutkan sifat pengecut dan kebakhilan. Perbuatan baik seorang hamba adakalanya berasal dari harta atau badannya. Orang bakhil menahan dari memanfaatkan hartanya dan orang pengecut menahan dari memanfaatkan badannya. Sikap bakhil pasti melahirkan kepengecutan dan tidak sebaliknya. Karena orang yang bakhil atas hartanya akan jauh lebih bakhil terhadap pengorbanan dirinya. Adapun keberanian akan melahirkan kedemawanan dan tidak sebaliknya. Karena orang yang sudah berani mengorbankan dirinya pasti akan lebih berani mengorbankan hartanya. Ada yang mengatakan bahwa tak selamanya orang yang berani mengorbankan diri, berani pula mengorbankan hartanya. Karena keberanian, kemuliaan dan lawan
katanya, merupakan watak dan naluri. Sifat-sifat seperti ini kadang terkumpul dalam diri seseorang dan kadang hanya ada sebagian saja. Orang-orang sering menyaksikan betapa para pemberani, pahlawan, dan perkasa itu adalah orang yang paling bakhil. Kenyataan seperti ini sering didapati pada orang-orang Turki yang lebih berani dari singa, tapi lebih bakhil dari anjing. Seseorang bisa saja merelakan diri/jiwanya tapi bakhil dengan hartanya. Karena itulah, orang seperti ini rela berperang mempertahankan hartanya. Dengan demikian, dia mulai mengorbankan jiwanya atas yang lain. Di antara manusia ada yang mau menyerahkan diri dan hartanya. Ada juga yang kikir terhadap jiwanya dan rela menyerahkan hartanya. Ada juga yang merelakan hartanya, bukan jiwanya. Ada juga orang yang bakhil atas keduanya dan juga sebaliknya. Keempat bagian itu ada dalam diri umat manusia. Kemudian Rasulullah menyebutkan beban utang dan tekanan orang-orang. Sesungguhnya paksaan yang menghadang manusia ada dua. Pertama, pemaksaan
yang benar, yaitu beban utang. Kedua, pemaksaan yang batil, yaitu pemaksaan dari sesama manusia. Shalawat dan salam Allah kepada orang (Muhammad) yang diberikan hikmah ucapan sempurna. Kekayaan ilmu dan hikmah diperoleh dari kata-katanya. Maksud dari hadits di atas, kelalaian dan kemalasan sebabnya adalah karena tidak berilmu. Jadi semua kekurangan kembali kepada ketiadaan ilmu dan tekad. Sedangkan, kesempurnaan adalah karena ilmu dan tekad. Manusia dalam hal ini terbagi kepada empat bentuk.
Golongan Pertama, orang yang diberikan ilmu dan diberikan pertolongan memperoleh ilmu dengan kekuatan tekad untuk mengamalkannya. Jenis manusia ini adalah makhluk terbaik yang disifatkan dalam Al-Qur'an dengan firman Allah,
"Orang-orang beriman dan melakukan amal saleh." (al-Baqarah: 25)
"Yang memiliki perbuatan-perbuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi." (Shaad: 45)
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?" (al-An'aam: 122)
Dengan kehidupan, tekad diperoleh; dan dengan cahaya, ilmu diperoleh. Pimpinan golongan ini adalah. para Rasul ulum 'azmi.
Golongan Kedua, orang yang dijauhkan dari ilmu dan amal. Mereka inilah yang disifatkan dalam firman Allah,
"Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang bisu dan tuli, yang tidak mengerti apa pun." (al-Anfaal: 22)
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (al-Furqaan: 44)
"Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang mati mendengar dan tidak pula menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan." (an- Naml: 80)
"Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar." (Faathir: 22)
Golongan ini adalah seburuk-buruk makhluk yang hanya membuat gaduh dunia. Orang-orang ini menganggap dirinya tahu dan berilmu. Akan tetapi, pengetahuannya itu sebatas apa yang nampak di dunia, sedangkan tentang akhirat mereka lalai. Mereka memiliki pengetahuan, tapi pengetahuan tentang hal-hal yang mencelakakan, dan bukan hal-hal yang bermanfaat. Mereka juga bisa berucap. Tapi, ucapan mereka hanya berkisar pada hawa nafsu. Mereka juga berbicara. Tapi, berbicara dengan kebodohannya. Mereka beriman, tapi kepada selain Allah. Mereka menyembah, tapi pada selain Allah yang tidak membahayakan dan memberi manfaat kepada mereka. Mereka berdebat tapi tentang kebatilan untuk mengalahkan kebenaran. Mereka berpikir dan berbuat, tapi mereka berbuat apa yang tidak diridhai. Mereka berdoa, tapi kepada selain Allah. Mereka berzikir, tapi apabila mereka diingatkan, mereka tidak mengingat. Mereka shalat, tapi mereka adalah orang-orang yang lalai ketika menjalankannya. Mereka menetapkan hukum, tapi hukum jahiliah yang mereka tetapkan. Mereka menulis Alkitab, tapi mereka menulisnya sendiri. Lalu mengatakan bahwa ini dari sisi Allah untuk menjualnya dengan harga murah. Kecelakaan atas apa yang mereka tulis dan atas apa yang mereka usahakan. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah orang yang suka memperbaiki, tapi sebenarnya mereka adalah perusak, namun mereka tidak menyadari hal itu. Golongan ini adalah manusia dalam wujudnya, tapi pada hakekatnya mereka adalah setan. Apabila Anda berpikir, mereka hanyalah keledai, anjing, dan singa. Benar apa yang dikatakan al-Buhturi,
"Tidak tersisa sesuatu keraguan sedikit pun dari seluruh manusia ini Kecuali hanya bentuknya saja."
Yang lain mengatakan, "Janganlah janggut dan bentuk menipumu sebab sembilan per sepuluh dari yang anda lihat adalah sapi mereka seperti pohon sidr memiliki penampilan (menarik), tapi tidak ada buah."
Yang lebih baik dari semua perumpamaan ini adalah firman Allah,
"Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar." (al-Munaafiquun: 4)
Artinya, mereka itu seperti layaknya orang berilmu. Sebagaimana dikatakan,
"Para pembawa lembaran kertas di lehernya yang tidak memiliki ilmu, kecuali ilmu seperti ilmu unta; Demi Allah, unta itu tidak tahu apabila ia berangkat, dengan kakinya atau apabila ia pulang apa yang ada di dalam kotak."
Yang lebih baik, tepat, singkat, dan jelas dari ini adalah firman Allah,
"Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Alangkah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim." (al-Jumu'ah: 5)
Golongan ketiga, orang yang dibukakan pintu ilmu kepadanya, tapi pintu tekad dan amalnya ditutup. Golongan ini pada derajat jahil atau yang lebih buruk dari itu. Dalam hadits marfu', Nabi saw. bersabda,
"Orang yang paling pedih azabnya di hari kiamat adalah orang berilmu yang tidak diberikan Allah manfaat dari ilmunya itu."(HR Tabrani)
 Hadits ini disahkan Abu Na'im dan selainnya. Orang seperti ini kebodohannya lebih baik dan lebih ringan azabnya daripada ilmunya; karena ilmu hanya akan menambahkan bala dan azab. Bagi golongan ini, tidak ada harapan lagi untuk memperbaikinya. Karena, orang yang tersesat jalan masih dapat diharapkan untuk
kembali kepada jalan itu jika dia melihatnya. Tapi, apabila dia sudah mengetahuinya lalu melenceng secara sengaja, maka bagaimana hidayah itu dapat diharapkan? Allah berfirman,
"Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah merekaberiman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar Rasul, dan keterangan-keterangan telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim." (Ali 'Imran: 86)
Golongan keempat, orang yang diberikan tekad dan kehendak, tapi hanya berilmu pengetahuan sedikit. Jika dia diberikan karunia mengikuti seseorang yang menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu adalah termasuk orang-orang yang Allah firmankan,
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama- sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat Allah, yaitu Nabi-Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah dan Allah cukup mengetahui." (an-Nisaa : 69-70)
Sembilan puluh. Sesungguhnya semua sifat yang dipuji Allah pada hambanya dalam Al-Qur'an merupakan buah ilmu dan hasilnya. Dan, segala sifat yang dibenci adalah buah dan hasil kebodohan. Pujian-Nya terhadap keimanan merupakan puncak dan inti ilmu. Pujian terhadap amal saleh merupakan hasil dari ilmu yang bermanfaat. Pujian terhadap kesyukuran, kesabaran, bersegera melakukan kebaikan, mencintai dan takut kepada Allah, taobat, kedermawanan, wibawa, hati, akal, memelihara diri, kemuliaan dan mengutamakan orang lain daripada dirinya. Selain itu, pujian terhadap memberikan nasihat kepada hamba-hamba-Nya, kasih sayang, membalas keburukan dengan kebaikan, memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran, bersabar di tempat-tempat kesabaran, rela dengan ketetapan, bersikap lemah lembut kepada
para wali Allah dan bersikap keras kepada musuh-musuh-Nya, sungguh-sungguh dalam berjanji, menepati janji, menghindari orang-orang bodoh, dan menerima orang-orang yang memberi nasehat.
"Nuun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak ada putus-putusnya. Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (al-Qalam: 1 -4)
Aisyah r.a. berkata, saat ditanyakan kepadanya tentang akhlak Rasulullah saw.,
"Akhlaknya adalah AI-Qur'an."(HR Muslim dan Ahmad)
Orang yang bertanya merasa cukup sampai di situ dan berkata, "Saya sudahmengerti apa yang mesti saya perbuat dan saya tidak akan bertanya lagi tentang sesuatu setelah itu." Jadi Akhlak ini dan semisalnya merupakan buah dari pohon ilmu. Sedangkan, pohon kebodohan adalah pohon yang menghasilkan segala buah buruk berupa kekafiran, kerusakan, kemusyrikan, kezaliman, penganiayaan, permusuhan, suka mengganggu, keresahan, kekerasan, ketidaksabaran, kekejaman, keburukan, kekikiran, dan kebakhilan. Karena itu, bakhil didefinisikan sebagai kebodohan yang disertai dengan prasangka buruk. Dan di antara buahnya adalah penipuan makhluk, menyombongkan diri kepada mereka, membanggakan diri, congkak, riya', suka didengar, munafik, dusta, menyalahi janji, kasar kepada manusia, balas dendam, menukar kebaikan dengan keburukan, memerintahkan kepada kemungkaran dan melarang kebaikan dan menolak menerima orang-orang yang memberi nasehat. Juga mencintai dan mengharapkan selain Allah, bertawakkal dan mengutamakan ridha sesuatu atas ridha Allah, bermalas-malasan menunaikan hak Allah, dan giat menuntut hak dirinya dan marah jika ada yang mengganggu dirinya. Jika hak dirinya dibinasakan, maka kemarahannya tidak akan reda kecuali setelah membalas secara lebih. Dan jika aturan-aturan Allah diganggu, maka tidak akan tergerak hatinya untuk marah karena Allah. Karena itu, tidak ada kekuatan dalam hidupnya dan tidak ada mata hati dalam agamanya. Di antara buahnya adalah kembali kepada jalan setan, kepada menempuh jalan-jalan kezaliman, mengikuti hawa nafsu, mengutamakan syahwat daripada ketaatan,
berbicara ini dan itu, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta. Juga mengubur hidup-hidup anak perempuan, durhaka kepada ibu, memutuskan tali silaturahmi, menyakiti tetangga, serta menempuh jalan kehinaan dan ketercelaan. Secara global, kebaikan seluruhnya adalah buah yang dipetik dari pohon ilmu;
dan keburukan seluruhnya adalah duri yang dituai dari pohon kebodohan. Apabila bentuk ilmu itu tampak oleh pandangan mata, maka kebaikannya semakin bertambah seperti bentuk matahari dan bulan. Dan apabila muncul bentuk kebodohan, maka penampilannya akan menjadi seburuk-buruk bentuk. Bahkan, segala kebaikan di alam ini adalah pengaruh dan akibat dari ilmu yang dibawa para rasul dan yang diakibatkannya. Demikian pula segala kebaikan di dunia ini hingga hari kiamat dan sesudah hari kiamat. Segala keburukan yang terjadi di alam ini dan yang akan terjadi pada dan sesudah kiamat sebabnya adalah penyelewengan dari ilmu serta amal yang dibawa para rasul. Karena akal adalah orang tua, pengasuh, pengatur, dan menteri ilmu, maka posisi akal sangat tinggi, terhormat, dan mulia. Karena ilmu bersumber dari akal yang memakmurkan dunia dan akhirat, yang mengantar pada taat Rasul; yang menyerahkan hati, anggota tubuh, dan dirinya kepada mereka; yang tunduk kepada hukum Allah dan mengasingkan dirinya; menyerahkan urusan kepada ahlinya. Di berbagai tempat dalam Al-Quran, Allah telah memuji akal dan pemiliknya. Begitu juga sebaliknya, mencela orang yang tidak memiliki akal. Allah mengabarkan bahwa orang yang tidak berakal adalah penghuni neraka. Orang-orang ini tidak mendengar dan tidak berakal. Akal adalah alat dan barometer setiap ilmu di mana antara yang benar dan yang salah, antara yang kuat dan yang lemah dapat dibedakan. Akal adalah timbangan untuk mengetahui baik-buruk. Dikatakan bahwa akal adalah raja, sedang badan, ruh, indera, dan gerakannya, semuanya adalah rakyat bagi akal. Jika akal tidak mampu
melaksanakan dan menepati janjinya, maka kerusakan akan menimpa semuanya. Kerena itu dikatakan, barangsiapa yang akalnya tidak dikuasai sifat baik, maka nasibnya akan lebih banyak melakukan keburukan.
Diriwayatkan bahwa tatkala Adam turun dari surga, Jibril mendatanginya. Lalu ia berkata, "Sesungguhnya Allah menghadirkan kepadamu akal, agama, dan rasa malu supaya kamu memilih salah satu di antaranya." Dia menjawab, "Saya mengambil akal." Lalu agama dan rasa malu berkata, "Kami diperintahkan untuk tidak
meninggalkan akal di mana saja dan akal itu condong kepadanya." Akal ada dua, salah satunya adalah insting (gharizah). Ia merupakan bapak ilmu, pendidik, dan produsernya. Yang kedua adalah akal serapan (muktasab). Ini merupakan anak ilmu, buah, dan hasilnya. Jika keduanya bertemu dalam diri seorang hamba, maka itu merupakan karunia yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Urusan orang itu akan berjalan mulus dan tentara-tentara kebahagiaan akan datang dari segala penjuru. Tapi jika salah satu akal itu hilang, maka hewan ternak lebih baik keadaannya. Jika dia hanya memiliki salah satu akal tersebut, maka orang itu berkurang kualitasnya. Di antara manusia, ada yang lebih kuat akal gharizi-nya dan ada juga yang lebih kuat akal perolehannya. Sebagai penjelasan, sesungguhnya orang yang memiliki akal£/i«n22(pembawaan atau fitrah) tapi tidak memiliki ilmu dan pengalaman, maka kekurangannya adalah penahanan diri dan tidak tahu menggunakan kesempatan. Karena akalnya tidak memikirkan tentang penggunaan kesempatan—sebab dia tidak tahu tentang hal itu. Sedangkan, orang yang memiliki akal serapan diberi kemajuan sebab ia mengetahui kesempatan itu. Hal semacam ini akan mengantarnya untuk berbuat, sementara akal gharizi-nya tidak sanggup menolak itu. Maka, dia diberikan kemajuan berbuat, sedangkan yang pertama diberikan kecenderungan menahan perbuatan. Jika akal gharizi ini diberikan akal imani yang diperoleh dari cahaya kenabian, bukan akal konsumtif yang munafiq (ma'isyiyyan nafaqiyyan), maka pemiliknya menyangka bahwa mereka memiliki sesuatu. Ketahuilah bahwa mereka berdusta. Mereka memandang bahwa berakal adalah agar bisa menyenangkan orang-orang dengan berbagai tingkatan mereka, berdamai dengan mereka, mengambil simpati dan kecintaan mereka. Ini adalah jalan orang yang lebih memilih santai dan oportunis. Orang seperti ini, meskipun selamat dalam jangka pendek, tapi binasa pada masa yang akan datang. Sesungguhnya orang yang tidak mencintai karena Allah dan tidak memusuhi karena
Allah, maka mereka tak akan merasakan nikmatnya iman. Akal yang paling baik adalah akal yang mengantarkan pemiliknya pada ridha Allah dan Rasul-Nya. Hanya Allah yang memberikan karunia dan memberikan pertolongan. Dalam hadits marfu' yang diriwayatkan Abdul-Barr dan selainnya, Allah mewahyukan kepada salah seorang Nabi dari Nabi-Nabi Bani Israil,
"Katakanlah kepada si Fulan yang tukang ibadah ('abid) itu (dengan ucapan Allah). Dengan zuhudmu di dunia, engkau telah mempercepat waktu istirahat. Sedangkan dengan konsentrasimu kepada-Ku, engkau memperoleh ketinggian. Maka, sebenarnya kamu belum mengerjakan sesuatu untuk-Ku yang menjadi kewajibanmu?" Lalu orang itu bertanya, "Apa yang harus aku kerjakan untuk-Mu? Allah berfirman, "Apakah kamu telah menolong kekasih-Ku karena Aku atau memusuhi musuh-Ku karena Aku."68

68Diriwayatkan Abu Nu'aim dalam Hilyat al-Awliyaa' (X/316) lewat jalur Humaid al-A'raj dari Abdullah bin al-Harits dari Ibnu Mas'ud. Dan Ibnu Adi telah berkata bahwa hadits -hadits nya Humaid bin al-A'raj dari Abdullah bin al-Harits dari Ibnu Mas'ud tidak benar dan tidak ada yang mendukungnya dalam al-Kamil fidh-Dhu'afaa1 (11/273).


Sembilan puluh satu. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda,
"Jika kalian lewat di taman surga, maka berkelilinglah di sekitarnya." Mereka bertanya, "Apa itu taman surga ya Rasulullah?" Rasul menjawab, "Halaqah zikir. Sesungguhnya Allah mempunyai rombongan-rombongan malaikat yang mencari halaqah (majelis) zikir, mereka akan datang kepada mereka dan masuk ke dalam barisan bersama mereka." Demikian yang diriwayatkan al-Barraz. Atha' berkata bahwa yang dimaksud di sini adalah majelis yang membahas hukum-hukum Allah. Yaitu hukum halal-haram, cara membeli dan menjual, cara puasa, shalat, bersedekah, menikah, mentalak dan berhakim sebagaimana yang disebutkan al-
Khathib dalam al-Faqih wa al-Mutafaqqih. Penjelasannya telah lalu.

Sembilan puluh dua.
Apa yang diriwayatkan oleh al-Khathib juga dari Ibnu Umar secara marfu',
"Majelis ilmu lebih baik daripada ibadah enam puluh tahun."

Sembilan puluh tiga. Apa yang diriwayatkan al-Baghdadi dari Abdurrahman bin Auf secara marfu', "Fikh (memahami agama) lebih baik daripada ibadah yang banyak." Status marfu' hadits ini tidak dapat dibuktikan.

Sembilan puluh empat.
Apa yang diriwayatkan al-Baghdadi dari Anas secara marfu', "Seorang faqih lebih baik di sisi Allah daripada seribu tukang ibadah Cabid)."
Hadits ini juga diriwayatkan at-Tirmidzi dari Ruh bin Janah, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas secara marfu' dan dalam ketetapan keduanya sebagai hadits marfu' dipertanyakan. Yang nampak adalah, ini berasal dari ucapan para sahabat dan orang sesudah mereka.

Sembilan puluh lima. Apa yang diriwayatkan Ibnu Umar juga secara marfu', "Sebaik-baik ibadah adalah pemahaman agama (fiqh)." (HR Tabrani)

Sembilan puluh enam. Apa yang diriwayatkan Nafi' dari Ibnu Umar secara marfu', "Allah tidak disembah dengan suatu (perbuatan) yang lebih baik daripada pemahaman agama."(HR Baihaqi)

Sembilan puluh tujuh. Apa yang diriwayatkan dari Ali bahwa dia berkata, "Orang yang berilmu jauh lebih besar pahalanya daripada orang yang berpuasa, orang yang shalat malam, dan orang yang berperang di jalan Allah/'


Sembilan puluh delapan. Apa yang diriwayatkan al-Mukhlish dari Shaid yang diceritakan oleh al-Qasim bin Atha bin Abu Maimunah dari Abu Hurairah dan Abu Dzar bahwa keduanya berkata, "Satu bab ilmu yang kami pelajari lebih baik daripada seribu rakaat shalat sunah. Satu bab dari ilmu yang kami ajarkan, lalu diamalkan atau tidak lebih baik daripada seratus rakaat shalat sunah." Dan dia berkata, "Kami mendengarkan Rasulullah bersabda,
"Jika kematian mendatangi orang yang menuntut ilmu dan dia dalam keadaan ini, maka dia mati syahid." (HR Abdul Barr) 
Diriwayatkan Ibnu Abu Daud dari Syadzdzan dari Hujjaj Bih. Hadits pendukungnya adalah apa yang telah lalu dari hadits at-Tirmidzi dari Anas secara marfu', yaitu,
"Barangsiapa yang keluar menuntut ilmu, maka dia berada dijalan Allah hingga dia kembali." 
Sembilan puluh sembilan. Apa yang diriwayatkan al-Khathib dari Abu Hurairah,
"Mengetahui satu bab ilmu dalam masalah perintah dan larangan adalah lebih baik bagiku daripada tujuh puluh perang di jalan Allah."(HR al-Bagdadi) 
Apabilah hadits ini shahih, maka maknanya adalah "mempelajari ilmu itu lebih baik bagiku dari perang tujuh puluh kali dijalan Allah tanpa ilmu " karena perbuatan tanpa ilmu kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya. Atau, maksudnya adalah bahwa ilmu yang dipelajari dan diajarkan, maka pahalanya akan terus berlanjut sampai hari kiamat dari orang yang mengamalkannya. Dan, ini tidak ada dalam perang.

Seratus. Apa yang diriwayatkan al-Khathib dari Abu ad-Darda',
"Muzakarah ilmu sejam lebih baik daripada shalat semalam." 
Seratus satu. Apa yang diriwayatkan dari Hasan al-Bashri yang berkata,
"Mengetahui satu bab ilmu lalu saya mengajarkannya kepada seorang muslim lebih baik bagiku daripada dunia ini menjadi milikku di jalan Allah." 
Seratus dua. Makhul berkata,
"Allah tidak disembah lebih baik kecuali dengan memahami (agama)." 
Seratus tiga. Sa'id bin Mas'ud berkata,
"Ibadah kepada Allah bukan dengan puasa dan shalat, tetapi dengan pemahaman agama-Nya." 
Ucapan ini memiliki dua maksud. Pertama, bukan puasa dan shalat yang tidak didasari dengan ilmu, tapi dengan pemahaman yang dengannya diketahui cara puasa dan shalat. Kedua, bukan hanya puasa dan shalat, memahami agama Allah merupakan ibadah yang sangat besar nilainya.
Seratus empat. Ishak bin Abdullah bin Abu Farwah berkata,
"Orang yang paling dekat derajatnya kepada kenabian adalah ulama dan ahli jihad."
Ulama yang menunjukkan manusia kepada apa yang dibawa para rasul dan pembicaraan mengenai keutamaan orang yang berilmu, tingkatannya berada di atas orang yang syahid.
Seratus lima. Sufyan bin Uyainah berkata,
"Orang yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah adalah orang yang berada di antara Allah dan hamba-hamba-Nya. Mereka itu adalah para rasul dan ulama." 
 Seratus enam. Muhammad bin Syihab az-Zuhri berkata,
"Tidak ada ibadah kepada Allah yang menyamai (ibadah) memahami (agama)." 
Maksud ucapan ini dan semisalnya adalah bahwa tidak ada penyembahan kepada Allah yang semisal dengan menyembah-Nya dengan pemahaman agama. Dengan demikian, pemahaman agama itu sendiri adalah ibadah. Sebagaimana yang dikatakan Mu'adz bin Jabal, "Carilah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah kepada Allah." Dan insya Allah, ucapan Mu'adz akan kami sebutkan secara sempurna. Mungkin juga yang dimaksud adalah bahwa Allah tidak disembah dengan suatu ibadah yang lebih baik daripada ibadah yang disertai dengan pemahaman terhadap agama. Sebab, seorang faqih dalam agama Allah paham tentang segala tingkatan ibadah, kerusakan, kewajiban dan sunnahnya, apa yang menyempurnakan dan yang menguranginya. Masing-masing dari makna itu benar.

Seratus tujuh. Sahal bin Abdullah at-Tastari berkata, 
"Barangsiapa yang ingin melihat majelis para nabi, maka lihatlah majelis para ulama." 
Ini karena ulama adalah pengganti para rasul di tengah-tengah umat mereka. Mereka juga mewarisi para rasul dalam ilmu sehingga majelis mereka adalah majelis pengganti kenabian.
Seratus delapan. Banyak ulama menegaskan bahwa amal yang paling utama sesudah amalan wajib adalah menuntut ilmu. Asy-Syafi'i mengatakan bahwa tidak ada yang lebih utama sesudah ibadah wajib daripada menuntut ilmu. Ini adalah pendapat Imam Syafii menurut penuturan para sahabatnya. Demikian pula pendapat Sufyan ats-Tsauri dan apa yang diceritakan orang-orang Hanafiah dari Imam Abu Hanifah. Sedangkan dari Imam Ahmad ada tiga riwayat dalam hal ini.
Pertama, ilmu. Dia pernah ditanya, "Yang manakah yang engkau lebih suka, saya duduk pada malam hari menyalin (ilmu) atau saya shalat sunah?" Dia menjawab, "Salinanmu yang dengannya engkau mengenali masalah-masalah agamamu, maka itu lebih aku sukai." Al-Khallal menyebutkan banyak nash tentang kebutuhan kepada ilmu dan keutamaannya dalam kitab al-'ilm. Di antara ucapannya di dalamnya adalah bahwa, "Manusia lebih butuh kepada ilmu daripada kepada makanan dan minuman." Dan ini sudah dibahas pada kesempatan lalu. 
Kedua, Sesungguhnya sebaik-baik amal sesudah ibadah fardhu adalah shalat sunah. Dalilnya adalah sabda Nabi saw,
"Ketahuilah bahwa amal perbuatan kamu yang paling balk adalah shalat." (HR Ibnu Majah) 
Juga sabda Rasul saat Abu Dzar bertanya kepada beliau tentang shalat,
"Ini adalah amal terbaik sesuai dengan ketetapan agama." 
Rasulullah juga mewasiatkan kepada orang yang meminta agar bisa turut serta dengan beliau di surga untuk memperbanyak sujud dan shalat.69 Demikian pula sabdanya dalam hadits lain, "Perbanyaklah sujud kalian! Sesungguhnya kamu tidak sujud kepada Allah kecuali Allah mengangkat kamu dengan sujud itu satu derajat dan menghapus satu kesalahan karena sujud tersebut."70 Dan beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan shalat.


69 Diriwayatkan Muslim (1075) dari Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami. Dia berkata, "Saya pernah menginap bersama Rasulullah saw., lalu saya membawakan beliau air wudlu dan keperluannya". Lalu saya berkata, "Saya meminta mendampingimu di surga." Beliau menjawab, "Tidakkah kamu meminta yang lain?" Uia menjawab, "Itulah yang aku minta." Beliau menjawab, "Tolonglah saya atas dirimu dengan banyak sujud." Demikian pula riwayat Abu Daud (1306) dan an-Nasa'i (11/227-228).  Diriwayatkan Muslim (1074), at-Tirmidzi (388-389), Ibnu Majah (1/457), an-Nasa'i (11/228), Abu Awwanah (11/180-181) dan Ahmad (V/276). 

Ketiga, riwayat yang menunjukkan bahwa jihad adalah amal yang paling utama.
"Saya tidak dapat menggantikan jihad dengan sesuatu pun dan tidak ada seorang pun yang mampu menggantikannya." Tidak disangsikan bahwa banyak sekali hadits tentang shalat dan jihad.
 Sedangkan Imam Malik, maka Ibnu Abdulqasim berkata,
"Saya mendengarkan Malik mengatakan bahwa sesungguhnya banyak kaum yang menginginkan ibadah dan menyia-nyiakan ilmu. Lalu mereka keluar memerangi umat Muhammad saw. dengan senjata mereka. Seandainya mereka menginginkan ilmu, maka ilmu itu menghalangi mereka melakukan itu." 
Malik mengatakan bahwa Abu Musa al-Asy'ari menulis surat kepada Umar bin al-Khathab bahwa yang membaca Al-Qur'an dari umat muslim di sini sebanyak ini dan ini." Lalu 'Umar membalas suratnya supaya memberikan subsidi orang-orang yang membaca Al-Qur'an dari kas negara. Pada tahun kedua, dia mengirim surat lagi dan menyampaikan bahwa yang membaca Al-Qur'an sudah banyak, bahkan lebih banyak. Lalu Umar membalas suratnya supaya menghapuskan mereka dari daftar orang-orang yang mendapat subsidi kas negara dan berkata, "Sesungguhnya aku mengkhawatirkan orang-orang tergesa-gesa dalam Al-Qur'an untuk memahami agama, lalu mereka mentakwilkan Al-Qur'an bukan pada tempatnya." Ibnu Wahab berkata, "Saya pernah berada pada Imam Malik bin Anas, lalu saya meletakkan kertas catatan saya dan berdiri melakukan shalat. Melihat hal itu, dia berkata, Tidaklah apa yang kamu lakukan lebih utama dari apa yang kamu tinggalkan.'" Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata, "Tiga hal yang selalu diutamakan para imam adalah shalat, ilmu, dan jihad. Ini juga yang dikatakan Umar bin al-Khathab r.a., 'Seandainya tidak ada tiga hal ini di dunia, pasti saya tidak akan suka tinggal di dalamnya. Kalau saya tidak mempersiapkan atau membawa tentara di jalan Allah, seandainya tidak bermujahadah di malam hari (qiyamul lail), seandainya bukan karena
duduk bersama kaum yang mencari ucapan baik sebagaimana kurma yang baik, maka saya tidak suka tinggal di dunia.' Yang pertama adalah jihad, yang kedua shalat tahajjud, dan yang ketiga membicarakan ilmu. Ketiga hal itu berkumpul dalam diri para sahabat secara sempurna dan sudah menyebar di kalangan orang yang datang sesudah raereka."

Seratus sembilan. Apa yang disebutkan Abu Na'im dan selainnya dari sebagian sahabat Nabi bahwa beliau bersabda,
"Keutaman ilmu lebih baik dari perbuatan sunah dan agama kalian yang terbaik adalah kewarakan."(HR Abu Na'im) 
Hadits ini diriwayatkan secara marfu' dari Aisyah r.a., tapi masih diragukan apakah benar hadits ini marfu' atau tidak. Hadits di atas merupakan benang merah dari permasalahan ini. Jika keduanya amalan fardhu/wajib, maka ilmu dan amal perbuatan itu harus sama-sama dikerjakan. Seperti antara puasa dan shalat. Tapi jika amalan sunat, maka ilmu lebih utama dari amalan tersebut. Sebab, manfaat ilmu lebih umum; karena ilmu bisa bermanfaat buat orang yang memilikinya dan juga buat masyarakat. Sedangkan ibadah, manfaatnya hanya khusus dirasakan oleh orang yang melakukannya. Begitu juga, faedah ilmu kekal selamanya. Sementara ibadah, faedahnya terputus dengan datangnya kematian sebagaimana yang kami sebut di depan.

Seratus sepuluh. Apa yang diriwayatkan al-Khathib dan Abu Na'im serta selainnya dari Mu'adz bin Jabal r.a. yang berkata, "Pelajarilah ilmu, sebab memperlajarinya karena Allah adalah ketakwaan, mencarinya ibadah, mengulanginya tasbih, mengkajinya jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu sedekah, mengorbankannya kepada yang berhak adalah kurban (kedekatan kepada Allah). Dengan ilmu, Allah dikenal dan disembah serta diesakan, dengan ilmu halal dan haram diketahui, dan dengan ilmu hubungan rahim disambung. Ilmu adalah teman di kala sendiri, kawan di kala kesepian, petunjuk di kala gembira, penolong di kala berada dalam bahaya, pendamping di masa kekosongan, teman di sisi orang-orang terasing, dan mercusuar jalan surga. Allah mengangkat berbagai kaum dengan ilmu sehingga menjadikan mereka pemimpin dan tokoh yang diteladani sebagai petunjuk jalan kepada kebaikan. Bekas-bekas perjalanan mereka diikuti dan perbuatan mereka dicatat. Para malaikat sangat senang berteman dengan mereka dan mengelus mereka dengan sayapnya. Segala yang basah dan kering beristighfar untuknya. Ikan paus dan singa laut, binatang buas dan ternak darat serta bintang-bintang di langit beristighfar untuknya. Ilmu adalah kehidupan hati yang buta, cahaya penglihatan dari kegelapan, dan kekuatan bagi kelemahan badan. Dengannya seorang hamba mencapai derajat orang- orang yang baik dan derajat yang paling tinggi. Mengingat ilmu sebanding (pahalanya) dengan puasa, dan mempelajarinya sebanding dengan shalat malam. Ilmu adalah imamnya amal perbuatan. Amal perbuatan adalah pengikutnya. Ilmu memberikan ilham kepada orang-orang yang berbahagia dan menjauhi orang-orang yang menderita." Atsar ini dikenal dari Mu'adz dan diriwayatkan oleh Abu Na'im dalam al-Mu 'jam dari hadits Mu'adz secara marfu' kepada Nabi saw. Itu tidak terbukti secara kuat dan cukuplah kiranya sanadnya sampai kepada Mu'adz saja.
Seratus sebelas. Apa yang diriwayatkan Yunus bin Abdul Ala dari Ibnu Abi Fudaik yang diceritakan oleh Umar bin Katsir, dari Abu al-'Ala, dari al-Hasan, dari Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa yang didatangi kematian pada saat menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan para nabi di surga satu derajat kenabian."(HR Thabrani) 
Telah diriwayatkan dari hadits AH bin Zaid bin Jad'an, dari Sa'id bin al-Musayyab, dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw. yang meskipun tidak jelas ketetapan sanadnya, tapi maknanya tidak melenceng dari kebenaran. Sesungguhnya derajat yang paling baik adalah kenabian, lalu ash-shiddiqiiah, kesyahidan, dan terakhir kesalehan. Empat derajat ini disebutkan Allah SWT dalam kitab-Nya,
"Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama- sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat Allah , yaitu Nabi-Nabi, para shiddiqiin, orang-orang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (an-Nisaa" :69) 
Jadi, barangsiapa yang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka dia termasuk golongan shiddiqiin dan derajatnya setelah derajat kenabian. 

Seratus dua belas.Firman Allah,
"Ya Tuhan kami, berikanlah kami di dunia kebaikan," (al-Baqarah: 201) 
Menurut al-Hasan, kebaikan itu adalah ilmu dan ibadah.
".. Dan di akhirat kebaikan." (al-Baqarah: 201) 
Maksudnya surga. Ini adalah penafsiran terbaik. Sesungguhnya kebaikan dunia yang paling tinggi adalah ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.

Seratus tiga belas. Ibnu Mas'ud berkata,
"Carilah ilmu sebelum ilmu itu diangkat dan pengangkatan ilmu dengan kematian para ulama. Dan demi yang menguasai jiwaku, orang-orang yang terbunuh di jalan Allah sebagai syuhada, sangat senang seandainya mereka nanti dibangkitkan Allah sebagai ulama karena kemuliaan yang mereka lihat pada diri mereka. Sesungguhnya tidak ada orang yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, tapi ilmu itu diperoleh dengan belajar."  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar