Seratus empat belas. Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ahmad bin Hanbal berkata,
"Mempelajari ilmu pada sebagian malam lebih menyenangkan bagiku daripada mendirikan shalat malam."7171Disebutkan Ibnu. Abdil-Barr dalam Jaami' al-Ilm (him. 39-40), al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal- Mutafaqqih (1/17).
Seratus lima belas. Umar r.a. berkata,
"Hai manusia, carilah ilmu. Sesungguhnya Allah memiliki pakaian yang disukainya. Barangsiapa yang mencari satu pintu dan ilmu, maka Allah niscaya memakaikannya dengan pakaian-Nya. Dan jika hamba itu berbuat satu dosa, maka hendaknya dia meminta dihilangkan dosanya (ista'taba) itu supaya pakaiannya tidak diambil sampai dia mati."kesalahannya dihilangkan dengan taobat, istigfar, dan inabah. Jika dia kembali kepada Allah, maka Dia mengangkat kesalahan itu darinya. Dengan demikian, dia telah meminta kepada Tuhannya supaya kesalahannya dihapuskan. Dalam hal ini Ibnu Mas'ud berkata setelah terjadi gempa di Kufah,
"Sesungguhnya Tuhan kamu meminta kamu menghilangkan kesalahan, maka hilangkanlah kesalahan itu."Inilah isti'taab yang adanya dinafikan Allah SWT ketika di akhirat dalam firman- Nya,
"Hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertobat." (al-Jaatsiyah: 35)Artinya, Kami tidak minta dari mereka menghilangkan celaan kami kepada mereka. Tapi, itu hanya dapat dihilangkan dengan taobat dan taobat ini tidak ada lagi gunanya di akhirat. Ini bukan isti'taab Tuhan kepada hamba-Nya sebagaimana dalam firman Allah,
"jika mereka bersabar (menerima azab), maka nerakalah tempat diam mereka. Dan jika mereka mengemukakan alasan-alasan, maka tidaklah mereka termasuk orang-orang yang diterima alasannya." (Fushshilat: 24)Artinya, mereka meminta dihilangkan celaan Kami kepada mereka dan meminta pemaafan, maka mereka tidak termasuk al-mu'tabuun, orang-orang yang dapat dihilangkan kesalahannya. Permintaan macam ini bermanfaat di dunia dan tidak bermanfaat di akhirat.
Seratus enam belas. 'Umar berkata sebagaimana dikatakan Ibnu Abdil Barr,
Seratus tujuh belas. Ucapan beberapa ulama salaf,
"Kematian seribu ahli ibadah, lebih enteng daripada kematian seorang yang berilmu dan mengetahui hukum Allah yang halal dan haram."Maksud perkataan Umar adalah, sesungguhnya orang yang berilmu itu, mampu menghancurkan Iblis dalam segala hal yang dibangunnya berdasarkan ilmu dan petunjuk yang ia dapat. Sedangkan manfaat seorang 'abid hanya sebatas pada dirinya sendiri.
Seratus tujuh belas. Ucapan beberapa ulama salaf,
"jika datang satu hari kepadaku di mana ilmu yang mendekatkanku kepada Allah tidak bertambah, maka tidak ada berkah bagiku di bawah sinar matahari hari itu."Riwayat ini sungguh telah disambungkan sampai ke Rasulullah saw., tapi penyambungannya kepada beliau tidak benar. Paling tidak ini hanya sampai kepada salah satu sahabat atau tabi'in. Dalam nada yang sama orang berkata,
"Jika lewat padaku satu hari dan saya tidak memperoleh petunjuk dan tidak mendapatkan ilmu, maka hari itu bukan umurku."Seratus delapan belas. Beberapa ulama salaf mengatakan,
"Iman itu telanjang. Pakaiannya takwa, hiasannya rasa malu, dan buahnya ilmu."Seratus sembilan belas. Dalam beberapa atsar disebutkan,
"Antara orang berilmu dan ahli ibadah berpaut seratus derajat; dan antara setiap derajat adalah jarak tempuh kuda pacuan selama tujuh puluh tahun. "(Riwayat Ibnu Abdil Barr)Atsar ini telah dirafa'kan, tapi dalam hal itu ia diperbincangkan.
Seratus dua puluh. Apa yang diriwayatkan Harb dalam a\-Masaail secara marfu' kepada Nabi sholallahu alaihi wassalam.,
"Allah mengumpulkan para ulama pada hari kiamat kemudian berfirman, 'Wahai para ulama, sesungguhnya Aku tidak meletakkan ilmu-Ku kepada kalian kecuali karena Aku mengetahui kalian. Aku tidak meletakkan ilmu-Ku kepada kalian untuk mengazabmu, maka pergilah. Sesungguhnya Aku telah mengampunimu." (HR Tabrani)Meskipun ini hadits gharib, tapi ia memiliki beberapa hadits pendukung yang hasan.
Seratus dua puluh satu. Ibnu Mubarak ditanya, "Siapa manusia itu?" Ia menjawab, "Ulama." Kemudian ia ditanya lagi, "Siapa penguasa itu?" Ia menjawab, "Orang-orang zuhud." Kemudian ia ditanya sekali lagi, "Siapa orang-orang hina itu?" Ia menjawab, "Orang yang makan dengan agamanya."
Seratus dua puluh dua. Apa yang terlewatkan oleh seseorang pada
masa lampau tidak akan merugikannya setelah ia memperoleh ilmu. Karena,
pada saat seperti itulah terdapat keberuntungan dan pemberian yang
paling baik. Adapun orang yang lupa ilmunya, segala keberuntungan yang
ia peroleh tidak akan bermanfaat. Bahkan, bisa menjadi bencana dan sebab
kehancurannya. Dalam hal ini sebagian
ulama salaf berkata, "Apa yang bisa diperoleh orang yang telah kehilangan ilmunya? Dan, apa yang hilang dari orang yang memperoleh ilmunya?"
Seratus dua puluh tiga. Sebagian orang-orang arif bijaksana berkata, "Bukankah orang sakit jika tidak mau makan, minum, dan berobat akan mati?" Mereka menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Maka, demikianlah hati jika tidak diberi ilmu dan hikmah selama tiga hari akan mati." Dan itu benar. Ilmu adalah makanan, minuman, dan obat hati. Kehidupannya tergantung pada ilmu. Jika hati kehilangan ilmu, maka itu kematian, tetapi dia tidak menyadari kematian itu. Sebagaimana orang mabuk yang kehilangan akal dan orang takut yang kehilangan rasa takut ketika rasa itu sudah memuncak, dan orang yang mencintai
dan berpikir terkadang tidak merasakan rasa sakit luka dalam keadaan seperti itu. Jika mereka sadar dan kembali kepada keadaan normal, barulah mereka menyadari rasa rakit itu. Demikianlah hamba apabila kematian menghentikan beban dunia dan segala kesibukannya dengan kebinasaan dan kerugian.
ulama salaf berkata, "Apa yang bisa diperoleh orang yang telah kehilangan ilmunya? Dan, apa yang hilang dari orang yang memperoleh ilmunya?"
Seratus dua puluh tiga. Sebagian orang-orang arif bijaksana berkata, "Bukankah orang sakit jika tidak mau makan, minum, dan berobat akan mati?" Mereka menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Maka, demikianlah hati jika tidak diberi ilmu dan hikmah selama tiga hari akan mati." Dan itu benar. Ilmu adalah makanan, minuman, dan obat hati. Kehidupannya tergantung pada ilmu. Jika hati kehilangan ilmu, maka itu kematian, tetapi dia tidak menyadari kematian itu. Sebagaimana orang mabuk yang kehilangan akal dan orang takut yang kehilangan rasa takut ketika rasa itu sudah memuncak, dan orang yang mencintai
dan berpikir terkadang tidak merasakan rasa sakit luka dalam keadaan seperti itu. Jika mereka sadar dan kembali kepada keadaan normal, barulah mereka menyadari rasa rakit itu. Demikianlah hamba apabila kematian menghentikan beban dunia dan segala kesibukannya dengan kebinasaan dan kerugian.
"Sampai kapan engkau tidak sadar, sementara waktu sudah dekat sampai kapan kemabukan itu tidak terpisah dari hatimu Tapi engkau akan sadar ketika tirai itu telah terbuka Dan engkau akan mengingat ucapanku ketika ingatan tidak berguna lagi."Jika penutup dibuka, yang tersembunyi keluar, rahasia dibuka, isi dada dinampakkan, isi kubur dibangkitkan, dan isi dada dikeluarkan, maka ketika itu kebodohan menjadi kegelapan bagi orang-orang jahil dan ilmu menjadi penyesalan bagi orang-orang bodoh.
Seratus dua puluh empat. Abu Darda' berkata, "Barangsiapa yang
memandang bahwa berangkat mencari ilmu bukan jihad, maka itulah orang
yang kurang akal dan pandangannya." Ini adalah ucapan Mu'adz yang telah
lalu.
Seratus dua puluh lima. Ucapan Abu Darda' juga, "Mempelajari satu masalah adalah lebih aku sukai daripada melakukan shalat di satu malam."72
Seratus dua puluh enam. Orang berilmu dan orang yang belajar adalah berpasangan dalam pahala, sedangkan seluruh orang-orang (selain mereka) adalah binatang buas yang tidak ada kebaikan di dalamnya.73
Seratus dua puluh enam. Orang berilmu dan orang yang belajar adalah berpasangan dalam pahala, sedangkan seluruh orang-orang (selain mereka) adalah binatang buas yang tidak ada kebaikan di dalamnya.73
Seratus dua puluh tujuh. Apa yang diriwayatkan Abu Hatim bin
Hibban dalam kitab shahihnya dari hadits Abu Hurairah bahwa dia
mendengarkan Rasulullah sholallahu alaihi wassalam. bersabda,
"Disebutkan al-Baghdadi dalam al-Faqiih wa al-Mutafaqqih (1/16-17). "Disebutkan Abdul-Barr dalam]ami' Jim (hlm.55).
"Barangsiapa yang memasuki masjidku ini untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka dia seperti pejuang di jalan Allah. Dan barangsiapa yang memasukinya selain untuk itu, maka dia seperti orang yang menunggu apa yang bukan miliknya."{HR Ibnu Hibban)Seratus dua puluh delapan. Apa yang diriwayatkan dari hadits tentang tiga orang yang sampai kepada Rasulullah saw. ketika beliau duduk dalam suatu halaqah. Salah satu di antara ketiga orang itu menjauh, yang kedua malu-malu sehingga dia duduk di belakang, dan yang ketiga duduk di sela-sela lingkaran majelis. Nabi bersabda,
''Salah satu di antara kamu berlindung kepada Allah sehingga Allah melindunginya, yang lain malu-malu sehingga Allah malu kepadanya, dan yang lain berpaling dari Allah sehingga Allah juga berpaling darinya."(HR Bukhari dan Muslim)Seandainya orang yang menuntut ilmu itu tidak mendapatkan apa-apa kecuali perlindungan Allah dan Dia tidak berpaling darinya, maka cukuplah ini sebagai keutamaan.
Seratus dua puluh sembilan. Kumail bin Ziyad an-Nakha'i berkata,
"Ali bin Abu Thalib r.a. mengambil tanganku, lalu dia membawa saya
keluar ke arah padang pasir. Tatkala dia sudah berada di padang pasir
yang luas, dia mengambil nafas dan berkata, 'Wahai Kumail bin Ziyad,
hati itu adalah bejana. Sebaik-baik hati adalah yang paling baik
pemeliharaannya. Hafalkanlah apa yang aku katakan kepadamu. Manusia ada
tiga bagian. Pertama, orang rabbaniah, kedua, orang yang terpelajar atas
jalan keselamatan dan ketiga, orang-orang bodoh kelas penggembala
mengikuti semua seruan, condong kepada setiap arah angin. Mereka itu
tidak mengambil ilmu sebagai penerangan dan tidak berlindung kepada
tiang kuat. Ilmu lebih baik dari harta. Ilmu menjaga kamu dan engkau
menjaga harta. Ilmu semakin bertambah bila dinafkahkan—dalam riwayat
lain 'diamalkan'. Sedangkan, harta berkurang bila dinafkahkan. Ilmu itu
pengatur dan harta diatur. Kecintaan ilmu adalah pendirian yang
dijunjung tinggi. Ilmu memberikan orang yang berilmu ketaatan dalam
kehidupan dan kenangan-kenangan baik sesudah mati. Pengaruh harta
hilang dengan hilangnya harta. Para penjaga harta mati dan para ilmuwan
tetap hidup. Para ulama tetap dikenang sepanjang masa, meskipun jasadnya
telah hilang. Ucapan-ucapan mereka ada di dalam hati. Sesungguhnya ilmu
itu ada di sini—sambil menunjuk ke arah dadanya. Kalau kamu membidiknya
dengan tepat, dan jatuh pada orang sangat cerdas tapi tidak
bisa dipercaya, maka dia akan memakai agama sebagai alat meraih dunia.
Dia akan menampilkan diri dengan dalil-dalil Allah dalam kitab-Nya,
nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya atau tunduk kepada pemilik kebenaran
yang tidak memiliki mata batin (bashirah) dalam lubuk hatinya. Keraguan
akan merusak dalam hatinya secara serta merta saat ada kesyubhatan yang
timbul, bukan ini dan bukan itu (tidak konsisten) atau dia menggemari
kesesatan, sangat mudah ikut kepada syahwat atau sangat gemar menumpuk
dan memonopoli harta. Mereka itu lebih mirip dengan binatang ternak.
Dengan demikian, ilmu itu mati dengan kematian orang-orang yang
membawanya. Ya Allah, demi Engkau, semoga bumi ini tidak kosong dari orang yang berbuat untuk Allah supaya bukti-bukti Allah dan ayat-ayat-Nya tidak hilang. Mereka (orang- orang ini) sedikit, tapi perkataan mereka adalah yang paling agung di sisi Allah. Lewat mereka, Allah mempertahankan bukti-bukit-Nya sehingga mereka menyampaikannya kepada para penolong mereka dan membagikannya kepada hati orang-orang yang sepadan dengan mereka. Dengan mereka, ilmu menyerang hakekat persoalan melalui mereka. Karena itu, mereka melembutkan apa yang dikasarkan oleh orang-orang yang ekstrim dan menjinakkan apa yang dibuat menakutkan orang-orang bodoh. Mereka menyertai dunia dengan jasad ruh-ruhnya yang bergelantungan pada makhluk-makhluk yang memiliki derajat tinggi. Mereka itu adalah para delegasi Allah dan penyeru kepada agama-Nya. Betapa sangat rindu aku ingin bertemu mereka. Saya beristighfar kepada Allah untukku dan untukmu. Jika kamu ingin, maka berdirilah!" Ini disebutkan Abu Na'im dalam al-Hilyan dan selainnya.74
membawanya. Ya Allah, demi Engkau, semoga bumi ini tidak kosong dari orang yang berbuat untuk Allah supaya bukti-bukti Allah dan ayat-ayat-Nya tidak hilang. Mereka (orang- orang ini) sedikit, tapi perkataan mereka adalah yang paling agung di sisi Allah. Lewat mereka, Allah mempertahankan bukti-bukit-Nya sehingga mereka menyampaikannya kepada para penolong mereka dan membagikannya kepada hati orang-orang yang sepadan dengan mereka. Dengan mereka, ilmu menyerang hakekat persoalan melalui mereka. Karena itu, mereka melembutkan apa yang dikasarkan oleh orang-orang yang ekstrim dan menjinakkan apa yang dibuat menakutkan orang-orang bodoh. Mereka menyertai dunia dengan jasad ruh-ruhnya yang bergelantungan pada makhluk-makhluk yang memiliki derajat tinggi. Mereka itu adalah para delegasi Allah dan penyeru kepada agama-Nya. Betapa sangat rindu aku ingin bertemu mereka. Saya beristighfar kepada Allah untukku dan untukmu. Jika kamu ingin, maka berdirilah!" Ini disebutkan Abu Na'im dalam al-Hilyan dan selainnya.74
74Disebutkan Abu Na'im dalam kitab al-HUyah (1/79-80), dan al-Baghdadi dalam al-Faqiih wa al-Mutafaqqih (1/49-50).
Abu Bakr al-Khathib berkata, "Ini adalah termasuk hadits yang paling baik makna dan paling mulia lafalnya. Pembagian Amirul Mukminin Ali atas manusia pada awalnya adalah pembagian yang sangat tepat dan benar karena manusia tidak terlepas dari salah satu pembagian yang disebutkannya itu yang disertai dengan kesempurnaan akal dan membuang cacatnya. Manusia kalau tidak berilmu atau mempelajari ilmu dan mencarinya, maka dia bukan orang berilmu atau mencari ilmu. Seorang alim rabbani adalah orang yang keutamaannya tidak terlampaui di antara orang-orang yang memiliki keutamaan. Mereka itu orang yang tidak terlampaui posisinya di kalangan orang-orang mujtahid." Orang-orang ini disebut sebagai orang rabbani. Ini adalah sifat yang khusus dimiliki mereka yang berilmu. Makna ar-rabbani dalam bahasa adalah orang yang tinggi derajat dalam ilmu. Berdasarkan makna ini dipahami firman Allah,
"Mengapa orang-orang alim mereka tidak melarang mereka?" (al-Maa idah: 63)Dan firman-Nya,
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani." (Ali 'Imran: 79)Ibnu Abbas berkata, "Mereka itu adalah para penguasa yang ahli ilmu."75 Abu Rozin berkata, "Para fuqaha yang ulama." Abu Umar az-Zahid berkata, "Saya telah menanyakan kepada Tsa'laba kata ini. Dan dia menjawab, 'Yaitu ar-rabbani.'" Lalu dia berkata, "Saya telah menanyakan hal itu kepada Ibnu al-A'rabi dan dia berkat; 'Jika seseorang itu berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya (kepada
orang lain), dia dikatakan rabbani. Dan jika dia kurang dari salah satu sifat itu, maka dia tidak disebut rabbani.'"
Add caption |
75 Dalam al-Bukhari-(I/160) Dan Ibnu Abbas berkata, "Jadilah rabbaniyyiin, orang penyantun dan memiliki pemahaman tinggi."
Sedangkan, orang belajar yang sukses adalah orang yang memang mencan llmu dan berkeinginan supaya bisa selamat dari sifat mengabaikan dan menyia-nyiakan kewajiban. Orang-orang ini sangat ingin melupakan dan membuang sifat seperti itu. la juga tak ingin bergaul dengan binatang-binatang ternak. Lalu dia mengatakan bahwa orang-orang terdahulu tidak menganggap seseorang sebagai manusia apabila ia tidak berilmu. Bagian ketiga adalah orang yang tidak mempedulikan dirinya, senang dengan posisi rendah dan keadaan hina. Posisi paling bawah dan kerendahan yang tidak ada lagi posisi di bawahnya dalam kebodohan dan kejatuhan. Julukan paling baik bagi mereka adalah binatang ternak yang sedang digembala. Hal ini serupa dengan rakyat jelata lagi hina. Dengan perumpamaan itulah diserupakan orang-orang rendah dan hina. Gembel, kasar, dan bercerai-berai. Adapun orang yang berteriak, dalam contoh ini berperan sebagai penggembalanya. Dikatakan, "Penggembala itu berteriak kepada kambing-kambing apabila mereka memanggilnya dengan suara keras." Dalam makna inilah firman Allah,
"Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka itu tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (al-Baqarah: 171)Kami akan menunjukkan beberapa faedah dalam hadits ini. Perkataan AH r.a., "Hati itu bejana-bejana." Dia menyerupakan hati dengan bejana, periuk dan lembah karena hati adalah bejana kebaikan dan keburukan. Dalam beberapa atsar, "Sesungguhnya Allah memiliki bejana di bumi-Nya ini, yaitu hati. Maka yang terbaik adalah yang paling lembut, kuat, dan bersih. Bejana itu ada yang penuh dengan kebaikan dan ada yang penuh dengan keburukan." Sebagaimana juga dikatakan sebagian ulama salaf, "Hati orang baik penuh dengan kebaikan dan hati orang jahat penuh dengan keburukan." Hal seperti ini dikatakan dalam sebuah perumpamaan, "Dan setiap bejana merembes dengan apa yang ada di dalamnya." Allah berfirman,
"Allah telah menurunkan air(hujan) dari langit, maka mengalirlah airdi lembah- lembah menurut ukurannya." (ar-Ra'd: 17)Ilmu diumpamakan dengan air yang turun dari langit. Hati dalam hal keluasan dan kesempitannya diumpamakan dengan danau-danau yang menyimpan air hujan tersebut. Hati besar yang luas menampung ilmu begitu banyak, seperti danau besar yang menampung air banyak. Adapun hati yang sempit menampung ilmu sedikit seperti danau kecil dan sempit menampung air sedikit. Karena itulah, Nabi saw. bersabda,
"Janganlah kalian menamakan pohon anggur itu al-karm (kedermawanan), sesungguhnya kedermawanan itu adalah hati orang mukmin."(HR Muslim)Mereka, orang-orang Arab, menamakan pohon anggur dengan al-karm (dermawan) karena banyaknya manfaat dan kebaikannya. Al-karm adalah banyak kebaikan dan manfaat. Karena itu, Nabi mengabarkan kepada mereka bahwa hati orang mukmin lebih berhak mendapatkan penamaan ini karena banyak kebaikan dan manfaat di dalamnya.
Dan perkataan Ali r.a., "Hati yang paling baik adalah hati yang paling cermat." Artinya, paling cepat dan paling kuat pemahamannya. Juga yang yang paling baik pemahaman
Add caption |
"Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu, ke dalam bahtera agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar." (al-Haaqah: 11-12)Qatadah menafsirkannya, "Telinga yang mendengarkan dan memahami dari Allah apa yang didengarkannya." Al-Farra' mengatakan, "Supaya dihafal telinga sehingga bisa menjadi nasehat bagi orang yang datang sesudah itu." Dengan demikian, telinga dinamakan bejana sebagaimana hati juga disifati demikian. Dikatakan, "Qalbun waain wa udzun waa'iyah" (hati dan telinga yang tanggap) karena ada keterkaitan antara telinga dan hati. Ilmu itu masuk ke telinga kemudian menuju ke hati. Jadi telinga adalah pintu ilmu. Dan, utusan yang sampai kepadanya adalah ilmu sebagaimana lidah menjadi kendaraan utusan. Barangsiapa yang mengetahui keterkaitan anggota badan dengan hati, maka dia akan mengetahui bahwa telinga adalah anggota yang paling berhak disifati sebagai bejana. Jika telinga tanggap, maka hati pun akan tanggap. Dalam hadits Jabir dalam perumpamaan yang dibuat para malaikat untuk Nabi saw. dan umatnya serta ucapan malaikat kepadanya,
"Dengarkanlah, maka telingamu niscaya mendengarkan dan hatimu memahami."(HR Tirmidzi dan Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar