Tersebutlah seorang pemuda yang tampan bernama Opang. Meskipun Opang
adalah pemuda yang tergolong keluaran baru atau produk masa kini namun
dia tidak seperti kebanyakan pemuda yang ada di jaman modern ini yang
mudah tergiur dengan glamournya dunia. Dia justru tekun dan ulet dalam
menimba ilmu agama, oleh karena dia selalu ingat salah satu hadits Nabi
SAW “Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mendapatkan ilmu, maka
Allah menudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim:2699)
Selain itu Opang ingat akan ucapan seorang tokoh besar Sufi Abu Yazid al-Bisthami “Barang siapa yang menuntut ilmu tanpa bimbingan Syekh (Guru Mursyid) maka wajib setan Gurunya”. Untuk itulah kewajiban pertama dalam menuntut ilmu bagi dia adalah berbai'at kepada seorang mursyid.
Suatu ketika Opang dipanggil oleh Sang Mursyid. Kata Mursyid "Opang aku minta tolong antarkan sesuatu ke Jakarta. Sesuatu ini amatlah berharga sehingga kamu harus jaga sampai ke tujuan. Jika kamu tidak bisa menjaganya maka sesuatu itu akan rusak dan akan melukaimu juga. Nanti aku menunggumu disana"
Opang diam mendengarkan dengan seksama kata demi kata dari Mursyidnya.
"Kamu sanggup Opang?" tanya Mursyid kemudian.
Opang yang amat patuh kepada Mursyidnya karena meyakini sebagai tali penghubung kepada Rasulullah SAW dan Allah SWT, menjawab tegas "Sanggup Imam"
Kemudian Mursyid mengikatkan sesuatu itu ke tubuh Opang, seraya berkata "Kamu jaga ini dari goncangan, benturan dan jangan sampai terlepas dari tubuhmu"
"Baik Imam" Jawab Opang.
Singkat cerita setelah menerima alamat yang harus dituju dan persiapan seperllunya, berangkatlah Opang mengemban amanah dari Mursyid yang begitu dia ta'ati dan cintai.
Semula Opang akan menempuh perjalanan dengan naik bus, tapi dia kawatir bahwa jalan yang dilintasinya saat ini sedang rusak disana-sini sehingga menimbulkan goncangan, terlebih jika sopir kurang waspada. Sehingga diapun pergi ke stasiun kereta api dan membeli tiket disana. Opang naik Kereta Api yang exekutif karena peraturannya untuk mendapatkan tiket kelas ekonomi harus pesan dulu satu minggu sebelum keberangkatan, sedangkan amanah harus segera dijalankan.
Perjalanan mengemban amanah Sang Mursyid dimulai... dalam perjalanan kereta api melintasi pemandangan alam yang begitu indah.
"Subhanallah..." ungkapan Opang melihat keindahan alam karya Allah SWT. Namun rasa kagumnya itu tidak memalingkannya dari menjaga amanah Mursyidnya.
Sesampainya di sebuah stasiun entah dimana, kereta api berhenti sejenak dan saat itu naiklah seorang wanita yang dari penampilan cara berpakaiannya adalah seorang muslimah. Muslimah yang cantik... umurnyapun tak jauh beda dengan Opang. Wanita itu mendekati Opang dan permisi untuk duduk disebelahnya karena nomer tempat duduknya memang disebelahnya Opang. Dengan sopan Opang mempersilahkan duduk wanita tersebut.
Ditengah perjalanan demi agar terhindar dari penilaian angkuh, Opangpun mengajak bicara seperlunya saja sekedar beramah tamah. Dan selebihnya dia kembali diam menjaga agar konsentrasi dari menjaga sesuatu yang menjadi amanahnya goyah. Dalam diampun hatinya terus tak henti hentinya melantunkan Sholawat Munjiyat. Sholawat yang belum lama ini diajarkan oleh Mursyidnya. Opang sudah hafal, hanya saja dibaca terus agar lebih lancar lagi sambil memahami maknanya. Dan tentu saja agar perjalanannya selamat oleh karena keridhoan Allah SWT.
Dan sampailah Opang di stasiun Senin sehingga saatnya untuk turun menginjakkan kakinya di Ibu Kota. Opang memilih turun belakangan menghindari desakan penumpang-penumpang yang tidak sabaran untuk segera turun duluan. Setelah lega barulah Opang turun dari kereta api.
Tak lama kemudian dia dihampiri seorang laki-laki setengah baya... "Assalamu'alaikum, maaf... sampeyan Mas Opang ya?" tanya laki-laki itu.
"Wa'alaikumsalam... Iya, bapak siapa kok tahu nama saya?" Opang balik bertanya.
"Saya pak Slamet, Mursyid mas Opang sekarang berada di rumah majikan saya. Karena majikan saya adalah murid beliau. Dan saya diutus untuk menjemput mas Opang" jawab laki-laki itu yang ternyata bernama pak Slamet.
"Alhamdulillah... baiklah pak, terimakasih sebelumnya." Kata Opang
Kemudian mereka menuju ke mobil yang disopiri pak Slamet. Masya' Allah... mobil yang dbawa pak Slamet untuk menjemput Opang adalah mobil kelas mewah di era ini Mercedes-Benz CLA-Class. Opangpun melawan rasa takjubnya agar tak berlebihan ketika mendekati dan menaiki mobil tersebut. Sekali lagi ingatan dan hatinya tidak ingin tergoyahkan. Konsentrasi tetap terpusat ke amanah yang sedang dia emban.
Akhirnya sampailah Opang memasuki sebuah rumah yang besar dan asri... Mursyidnya telah menunggu di sebuah sudut taman. Pak Slametpun mengantar Opang menemui beliau. Tersenyum Sang Mursyid sambil menjawab salam menyambut kedatangan muridnya.
"Alhamdulillah... Tolong ceritakan perjalananmu Opang" kata Mursyid sambil melepas sesuatu itu dari tubuh Opang dan segera menyimpannya.
Opangpun menceritakan kisah perjalanannya dalam menjaga amanah yang diembannya sedetil-detilnya, seolah tak ingin ada yang terlewati dari apa yang dialami.
"Subhanallah... Opang,.. begitulah seharusnya engkau menjaga qolbumu, menjaga keimananmu... apa yang engkau alami, engkau lewati, engkau temui di dunia ini jangan sampai menggoyahkan keimananmu" kata Mursyid
"Iya Imam..." jawab Opang
Dalam hati Opang merasa lega... dia amat bersyukur telah mendapatkan ilmu lewat apa yang baru saja dia jalani. Opangpun teringat kisah Kanjeng Sunan Kalijaga yang begitu ta'at pada Mursyidnya. Kanjeng Sunan Kalijaga mendapatkan ilmu tauhid yang amat berharga oleh karena mematuhi perintah Mursyidnya untuk menjaga sebuah tongkat dipinggir sungai sekian waktu lamanya. Perintah itu dipatuhi dan dijalani tanpa banyak tanya dan protes.
"Semoga aku bisa menauladani beliau" bisikan hati Opang.
Demikianlah sepenggal kisah semoga sahabat dapat mengambil hikmahnya,..
Selain itu Opang ingat akan ucapan seorang tokoh besar Sufi Abu Yazid al-Bisthami “Barang siapa yang menuntut ilmu tanpa bimbingan Syekh (Guru Mursyid) maka wajib setan Gurunya”. Untuk itulah kewajiban pertama dalam menuntut ilmu bagi dia adalah berbai'at kepada seorang mursyid.
Suatu ketika Opang dipanggil oleh Sang Mursyid. Kata Mursyid "Opang aku minta tolong antarkan sesuatu ke Jakarta. Sesuatu ini amatlah berharga sehingga kamu harus jaga sampai ke tujuan. Jika kamu tidak bisa menjaganya maka sesuatu itu akan rusak dan akan melukaimu juga. Nanti aku menunggumu disana"
Opang diam mendengarkan dengan seksama kata demi kata dari Mursyidnya.
"Kamu sanggup Opang?" tanya Mursyid kemudian.
Opang yang amat patuh kepada Mursyidnya karena meyakini sebagai tali penghubung kepada Rasulullah SAW dan Allah SWT, menjawab tegas "Sanggup Imam"
Kemudian Mursyid mengikatkan sesuatu itu ke tubuh Opang, seraya berkata "Kamu jaga ini dari goncangan, benturan dan jangan sampai terlepas dari tubuhmu"
"Baik Imam" Jawab Opang.
Singkat cerita setelah menerima alamat yang harus dituju dan persiapan seperllunya, berangkatlah Opang mengemban amanah dari Mursyid yang begitu dia ta'ati dan cintai.
Semula Opang akan menempuh perjalanan dengan naik bus, tapi dia kawatir bahwa jalan yang dilintasinya saat ini sedang rusak disana-sini sehingga menimbulkan goncangan, terlebih jika sopir kurang waspada. Sehingga diapun pergi ke stasiun kereta api dan membeli tiket disana. Opang naik Kereta Api yang exekutif karena peraturannya untuk mendapatkan tiket kelas ekonomi harus pesan dulu satu minggu sebelum keberangkatan, sedangkan amanah harus segera dijalankan.
Perjalanan mengemban amanah Sang Mursyid dimulai... dalam perjalanan kereta api melintasi pemandangan alam yang begitu indah.
"Subhanallah..." ungkapan Opang melihat keindahan alam karya Allah SWT. Namun rasa kagumnya itu tidak memalingkannya dari menjaga amanah Mursyidnya.
Sesampainya di sebuah stasiun entah dimana, kereta api berhenti sejenak dan saat itu naiklah seorang wanita yang dari penampilan cara berpakaiannya adalah seorang muslimah. Muslimah yang cantik... umurnyapun tak jauh beda dengan Opang. Wanita itu mendekati Opang dan permisi untuk duduk disebelahnya karena nomer tempat duduknya memang disebelahnya Opang. Dengan sopan Opang mempersilahkan duduk wanita tersebut.
Ditengah perjalanan demi agar terhindar dari penilaian angkuh, Opangpun mengajak bicara seperlunya saja sekedar beramah tamah. Dan selebihnya dia kembali diam menjaga agar konsentrasi dari menjaga sesuatu yang menjadi amanahnya goyah. Dalam diampun hatinya terus tak henti hentinya melantunkan Sholawat Munjiyat. Sholawat yang belum lama ini diajarkan oleh Mursyidnya. Opang sudah hafal, hanya saja dibaca terus agar lebih lancar lagi sambil memahami maknanya. Dan tentu saja agar perjalanannya selamat oleh karena keridhoan Allah SWT.
Dan sampailah Opang di stasiun Senin sehingga saatnya untuk turun menginjakkan kakinya di Ibu Kota. Opang memilih turun belakangan menghindari desakan penumpang-penumpang yang tidak sabaran untuk segera turun duluan. Setelah lega barulah Opang turun dari kereta api.
Tak lama kemudian dia dihampiri seorang laki-laki setengah baya... "Assalamu'alaikum, maaf... sampeyan Mas Opang ya?" tanya laki-laki itu.
"Wa'alaikumsalam... Iya, bapak siapa kok tahu nama saya?" Opang balik bertanya.
"Saya pak Slamet, Mursyid mas Opang sekarang berada di rumah majikan saya. Karena majikan saya adalah murid beliau. Dan saya diutus untuk menjemput mas Opang" jawab laki-laki itu yang ternyata bernama pak Slamet.
"Alhamdulillah... baiklah pak, terimakasih sebelumnya." Kata Opang
Kemudian mereka menuju ke mobil yang disopiri pak Slamet. Masya' Allah... mobil yang dbawa pak Slamet untuk menjemput Opang adalah mobil kelas mewah di era ini Mercedes-Benz CLA-Class. Opangpun melawan rasa takjubnya agar tak berlebihan ketika mendekati dan menaiki mobil tersebut. Sekali lagi ingatan dan hatinya tidak ingin tergoyahkan. Konsentrasi tetap terpusat ke amanah yang sedang dia emban.
Akhirnya sampailah Opang memasuki sebuah rumah yang besar dan asri... Mursyidnya telah menunggu di sebuah sudut taman. Pak Slametpun mengantar Opang menemui beliau. Tersenyum Sang Mursyid sambil menjawab salam menyambut kedatangan muridnya.
"Alhamdulillah... Tolong ceritakan perjalananmu Opang" kata Mursyid sambil melepas sesuatu itu dari tubuh Opang dan segera menyimpannya.
Opangpun menceritakan kisah perjalanannya dalam menjaga amanah yang diembannya sedetil-detilnya, seolah tak ingin ada yang terlewati dari apa yang dialami.
"Subhanallah... Opang,.. begitulah seharusnya engkau menjaga qolbumu, menjaga keimananmu... apa yang engkau alami, engkau lewati, engkau temui di dunia ini jangan sampai menggoyahkan keimananmu" kata Mursyid
"Iya Imam..." jawab Opang
Dalam hati Opang merasa lega... dia amat bersyukur telah mendapatkan ilmu lewat apa yang baru saja dia jalani. Opangpun teringat kisah Kanjeng Sunan Kalijaga yang begitu ta'at pada Mursyidnya. Kanjeng Sunan Kalijaga mendapatkan ilmu tauhid yang amat berharga oleh karena mematuhi perintah Mursyidnya untuk menjaga sebuah tongkat dipinggir sungai sekian waktu lamanya. Perintah itu dipatuhi dan dijalani tanpa banyak tanya dan protes.
"Semoga aku bisa menauladani beliau" bisikan hati Opang.
Demikianlah sepenggal kisah semoga sahabat dapat mengambil hikmahnya,..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar