Syekh Abdul Qodir Al Jailani pernah mengalami musim paceklik di Baghdad.
Saat itu ulama yang menganut madzhab Imam Ahmad ini sampai memakan
sisa-sisa makanan di tempat sampah. Dalam keadaan yang sangat lapar
beliau keluar untuk mencari makanan. Namun setiap sampai ke tempat
sampah, selalu ada orang lain yang mendahuluinya. Jika Syekh Abdul Qodir
Jailani melihat orang-orang fakir berebut di tempat sampah, maka beliau
memilih meninggalkan tempat itu. Dan hal itu terus berlaku saat menemui
tempat pembuangan, dan Syekh Abdul Qodir Jailani akhirnya tidak memperoleh makanan.
Beliau akhirnya berjalan hingga sampai di Masjid Yasin di Baghdad,
karena sudah tidak mempu lagi melanjutkan perjalanan karena lapar, dan
memilih duduk di dekat masjid tersebut. Disaat yang sama datanglah
seorang pemuda ke masjid dengan membawa roti, dia
duduk dan mulai makan. Karena rasa lapar yang menusuk, setiap pemuda
itu mengambil suapan maka Syekh Abdul Qodir Jailani ingin membuka mulut,
meski beliau terus berusaha menahannya.
Akhirnya pemuda itu pun menoleh ke arah Syekh Abdul Qodir Jaelani seraya mengatakan,”Bismillah ya Syech”, dengan maksud ingin memberi suapan kepada Syekh Abdul Qodir Jailani. Syekh Abdul Qodir Jailani menolak, namun pemuda itu terus-menerus memaksa, hingga akhirnya Syekh Abdul Qodir Jailani memakan sedikit dari apa yang diberikan.
Setelah itu si pemuda pun bertanya,”Siapa engkau, apa pekerjaanmu, dari mana engkau?”
Syekh Abdul Qodir Jailani pun menjawab,”Saya pencari ilmu dari negeri Jilan”.
Si pemuda pun membalas,”Saya juga dari Jilan. Apakah engkau mengenal seorang pemuda dari Jilan yang namanya Abdul Qadir cucu dari Abu Abdullah As Shuma’i yang ahli zuhud?”
Syeikh Abdul Qadir pun menjawab,”Itu adalah saya”.
Syekh Abdul Qodir Jailani pun menjawab,”Saya pencari ilmu dari negeri Jilan”.
Si pemuda pun membalas,”Saya juga dari Jilan. Apakah engkau mengenal seorang pemuda dari Jilan yang namanya Abdul Qadir cucu dari Abu Abdullah As Shuma’i yang ahli zuhud?”
Syeikh Abdul Qadir pun menjawab,”Itu adalah saya”.
Mendangar jawaban itu si pemuda pun terperengah,
”Demi Allah saya sampai di Bagdad dengan sisa-sisa uang yang saya memiliki dan saya telah mencari-cari dimana keberadaanmu namun tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk. Sampai akhirnya uang saya habis hingga 3 hari saya tidak makan. Dengan terpaksa saya menggunakan uang yang dititipkan untukmu untuk membeli roti ini. Makanlah sesungguhnya ia milikmu.”
”Demi Allah saya sampai di Bagdad dengan sisa-sisa uang yang saya memiliki dan saya telah mencari-cari dimana keberadaanmu namun tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk. Sampai akhirnya uang saya habis hingga 3 hari saya tidak makan. Dengan terpaksa saya menggunakan uang yang dititipkan untukmu untuk membeli roti ini. Makanlah sesungguhnya ia milikmu.”
Syekh Abdul Qadir Jailani pun bertanya, apa yang sebenarnya terjadi.
Pemuda itu pun menjelaskan bahwa ibu Syekh Abdul Qodir Jailani telah
menitipkan kepadanya 9 dinar
untuk disampaikan kepada Syekh Abdul Qodir Jailani. Dan uang itu pun
sudah berkurang untuk dibelikan roti. Syekh Abdul Qodir Jailani pun
merelakannya dan memberikan kepada pemuda itu sisa roti serta sebagian
dinar. (Dzail Thabaqat Al Hanabilah, 1/298)
Meski menolak untuk meminta-minta, Syekh Abdul Qodir Jailani tetap
memperoleh rezeki bahkan di saat yang sama beliau malah memberikan
sedekah kepada orang lain.
Yang juga perlu dicontoh adalah sifat Syekh Abdul Qodir Jailani
yang selalu mengutamakan orang lain, sehingga Allah Swt pun mencukupi
rezekinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar